3. Bagaimanakah upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut?
KINERJA BPN PROV SUMUT DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI
MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH PELAKSANAAN KONSOLIDASI
TANAH PERKOTAAN SECARA SWADAYA DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS
LINGKUNGAN PERMUKIMAN
KINERJA BPN PROV SUMUT DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN
TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH
PELAKSANAAN KONSOLIDASI TANAH PERKOTAAN SECARA SWADAYA DALAM
RANGKA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN (Studi Kasus di Desa
Nambangan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri)
Pelaksanaan Pensertifikatan Tanah Melalui Proyek Operasi
Nasional Agraria ( Prona ) di Kelurahan Cipinang Kecamatan Pulo Gadung Jakarta
Timur
Pemberian Hak Atas Tanah Jabatan ( Tanah Adat ) di Desa
Jatisampurna Kecamatan Jatisampurna
A. Latar Belakang
Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan salah karunia Tuhan Yang
Maha esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai
sumber penghidupan dan mata pencaharian, bahkan tanah dan manusia tidak dapat
dipisahkan dari semenjak manusia lahir hingga manusia meninggal dunia. Manusia
hidup dan berkembang biak serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga
setiap manusia berhubungan dengan tanah. Olehnya itu tanah persoalan tanah ini
perlu ditata dan dibuatkan perencanaan dengan hati-hati dan penuh kearifan.
Tanah yang merupakan bagian dari bumi menurut konsep UUPA dimaksudkan di sini
bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu
aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan
atas tanah. Menurut Aminuddin Salle dan kawan-kawan, bahwa pengertian
penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Demikian
juga beraspek privat dan beraspek publik. Secara formal, kewenangan pemerintah
untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang dasar 1945 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat, sedangkan secara subtansial, kewenangan
pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan terutama dalam hal lalu lintas
tanah, didasarkan pada ketentuan pasal 2 ayat (2) UUPA yakni dalam hal
kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan tanah termasuk menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan dengan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengenai hukum. Pengaturan dalam hal hubungan- hubungan hukum dalam
pemberian dan penetapan hak-hak atas tanah jelas telah merupakan wewenang
Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah (untuk saat ini pengemban wewenang
tersebut adalah Badan Pertanahan Nasional) dengan prosedur yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan.
Olehnya itu jelas pemberian atau penetapan hak atas tanah hanay dapat dilakukan
oleh Negara melalui pemerintah (dalam hal ini dilakukan oleh instansi Badan
Pertanahan Nasional RI), untuk itu pemerian jaminan kepastian hukum terhadap
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya merupakan salah satu tujuan pokok
UUPA yang sudah tidak bisa di tawarlagi, sehingga Undang-Undang mengintruksikan
kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Indonesia yang bersifat rechtskadaster yang bertujuan menjamin kepastiaan hukum
dan kepastian haknya. Dengan demikian diberikan kewenangan kepada pemegang hak
atas tanah untuk memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya. Namun
pada kenyataannya, sehingga saat ini pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat
diwujudkan sepenuhnya, bahkan disebutkan jumlah bidang tanah yang sudah
didaftarkan buru sekitar 31 % dar 85 juta bidang tanah di Indonesia.
Oleh karna itu, tidak mengherankan bila permasalahan di bidang pertanahan yang
muncul dari hak atas tanah akan semakin banyak dan semakin beragam, karna
terkadang belum terdaftar ataupun sudah terdaftar akan tetapi masih menyimpan,
Pengakuan kepemilikan tanah yang dikonkretkan dengan Sertifikat sejak lama
terjadi pada zaman kekhalifahan turki usmani sebagaimana dituangkan dalam pasal
1737 kitab undang-undang Hukum Perdata islam . Demikian juga dinegara lainnya
seperti inggris, Sertifikat merupakan pengakuan hak-hak atas tanah seseorang
yang diatur dalam Undang-undang pendaftaran tanah(Land Rgistrations Act 1925) .
Di Indonesia, Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang
kuat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan pasal 32
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah ,
yang kini telah dicabut dan ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 .
Salah satu alat bukti hak atas tanah adalah Sertifikat, Sertifikat merupakan
Alat bukti yang kuat dan autentik Kekuatan Sertifikat Merupakan jaminan
Kepastian hukum bagi pemegang Sertifikat sebagai alat bukti yang sempurna
sepanjang tidak ada pihak lawan yang membuktikan sebaliknya. Seorang atau badan
hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang
tanah serta keadaan dari tanah itu, misalnya luas, batas-batas, bangunan yang
ada, jenis haknya beserta beban-beban yang ada pada hak atas tanah itu, dan
sebagainya .
Akan tetapi seiring dengan tingginya nilai dan manfaat tanah, banyak orang yang
berupaya memperoleh bukti kepemilikan tanah dengan memiliki sertifikat palsu,
dimana data yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan 6yang ada pada buku
tanah. Jumlah sertifikat palsu cukup banyak, sehingga menimbulkan kerawanan.
Umumnya sertifikat palsu dibuat pada tanah yang masih losong dan mempunyai
nilai tinggi yang menggunakan blangko sertifikat lama. Pemalsuan sertifikat
terjadi karna tidak didasarkan pada alas hak yang benar, seperti penerbitan
sertifikat yang tidak didasarkan pada alas hak yang benar, Seperti penerbitan
sertifikat yang didasarkan pada surat keterangan pemilikan yang
dipalsukan.bentuk lainnya berupa stempel BPN dan pemalsuan data pertanahan.
Adapun sertifikat ganda yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu
sertifikat, karna itu membawa akibat ketidakpastian hukum pemegang hak-hak atas
tanah yang sangat tidak diharapkan dalampendaftaran tanah di Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis sangat tertarik untuk menulis
tentang sertifikat tanah. Untuk memperoleh pengetahuan dan pendalaman yang
lebih lanjut mengenai hal tersebut, maka penulis memilih judul: “SERTIFIKAT
GANDA HAK ATAS TANAH” (studi Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar)
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakan masalah di atas dapatlah penulis mengambil kesimpulan untuk
membuat suatu rumusan masalah sebagai bahan penelitian dalam penulisan skripsi
ini yaitu :
1. Bagaimanakah ketentuan hukum terhadap surat-surat hak atas tanah?
2. Sejauhmanakah pelaksanaan peraturan hukum atas pelanggaran surat-surat tanah
(sertifikat ganda)di PTUN Makassar?
C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kekeliruan terhadap pengertian yang sebenarnya dari judul
skripsi ini, maka penulis menjelaskan beberapa kata dalam judul ini.
‘Sertifikat’ adalah Surat atau keterangan berupa pernyataan tertulis atau
tercetak dari orang atau instansi yang berwenang sebagai bukti suatu kejadian
secara otentik.
‘Ganda’ adalah Menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti lipat atau rangkap
(tentang hitungan).
‘Hak’ adalah Kekuasaan untuk berbuat menurut hukum.
‘Tanah’ adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diluar sekali, keadaan
bumi disuatu tempat, permukaan bumi yang diberi batas daratan.
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana
dan perdata yang dapat diberikan kepada Instansi maupun pemilik sertifikat
mengenai masalah sertifikat ganda hak atas tanah
D. Kajian Pustaka
“Sertifikat Hak Atas Tanah”, Andrian Sutedi, SH.,MH., buku ini menjelaskan
mengenai apakah tujuan dikeluarkannya sertifikat hak atas tanah yang telah
sesuai dengan maksud dan tujuan dari para pembuat undang-undang dan bagaimana
tinjauan kekuatanyuridis hak atas tanah dalam sistim pendaftaran tanah di
Indonesia.
“Hukum Pertanahan”. Ali Achmad Chomzah, Buku ini menjelaskan mengenai Konsep
dasar hukum pertanahan dan pengaturannya serta seluk-beluk pengaturan hak-hak
atas tanah dan permasalahannya kemudian mengidentifikasi potensi sengketa
dibidang pertanahan dan alternatif penyelesaiannya.
“Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya”. Soni Harsono, Buku ini menjelaskan
tentang kegunaan sertifikat atas tanah serta akibat yang timbul di dalam
sertifikat.
“Bahan Ajar Hukum Agraria,” Aminuddin Salle dan kawan-kawan. adalah Buku ini
menjelaskan mengenai pengertian tentang Sejarah tanah dan fungsinya.
“Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi” Prof. DR. Mhd. Yamin Lubis, SH., MS.,CN.
& Abd. Rahim Lubis, SH., M.Kn. buku ini menjelaskan mengenai pengelolaan
pertanahan sesuai dengan aturan hukum sehingga memberikan kepastian hukum
sekaligus menyelesaikan masalah pertanahan serta pemahaman dari segi
konsepsi-filosofis dan praktisi-oprasional berkenaan dengan hukum pendaftaran
tanah di Indonesia.
E. Metodologi Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kota
Makassar, yaitu khususnya di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar.
b. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) jenis data yaitu data primer dan data
sekunder, sebagai berikut :
a) Data Primer adalah data yang diperoleh dari penelitian lapangan melalui
observasi, pengedaran koesioner kepada sejumlah responden, dan melakukan
wawancara secara langsung kepada informan yang terkait dengan penelitian ini.
b) Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil kajian pustaka, jurnal,
dokumen – dokumen dan lain – lain yang erat kaitannya dengan objek penelitian
ini.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari :
a) Penelitian lapangan (field research) yaitu data yang diperoleh langsung
melalui pengamatan secara cermat kemudian melakukan wawancara dengan pihak
Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar;
b) Penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan
jalan menelusuri atau menelaah informasi atau bahan-bahan dan buku-buku yang
berkaitan dengan objek penelitian ini.
c. Teknik Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1. Observasi dilakukan secara langsung pada Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara
Makassar, melakukan pencatatan secara langsung terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan masalah penelitian ini.
2. Wawancara (interview) adalah melakukan wawancara secara langsung terhadap
informen yaitu Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, serta hakim para
dewan hakim yang menangani perkara-perkara Sertifikat ganda hak atas tanah,
serta para pihak yang terlibat dalam penanganan masalah Sertifikat ganda hak
atas tanah.
3. Studi dokumentasi yaitu mempelajari kasus-kasus yang terkait dengan penulis
kaji.
d. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan ataupun studi pustaka
akan dianalisis dengan menggunakan studi analisis deskriptif dengan menggunakan
pendekatan analisis kualitatif untuk mengetahui tanggapan para pihak yang
terlibat dalam sengketa Sertifikat ganda hak atas tanah di Pengadilan Tata
Usaha Negara Makassar.
F. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah serta perumusan tersebut diatas maka tujuan
dari penelitian ini :
1. Untuk mengkaji ketentuan hukum terhadap sertifikat ganda hak atas
tanah.Untuk mengetahui penyebab timbulnya sertifikat ganda
2. Untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya sertifikat ganda
hak atas tanah.
3. mengetahui Pertanggungjawaban terhadap instansi maupun pemegang sertifikat
ganda.
4. Untuk mengetahui tata cara penyelesaian sertifikat ganda dan penerbitan
sertifikat yang benar.
Diharapkan penelitian yang penulis lakukan ini mempunyai manfaat bukan hanya
bagi penulis saja, akan tetapi diharapkan juga berguna bagi pihak-pihak lain.
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau masukan
mengenai Masalah Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah.
b. Diharapkan dapat menambah literature dan bahan-bahan informasi, mengingat
semakin banyaknya kasus-kasus Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah.
2. Manfaat Praktis.
a. dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang berkepentingan
terkait Masalah Sertifikat ganda hak atas tanah.
b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Masyarakat
untuk tidak terlalu ceroboh membuat Sertifikat hak atas tanah.
G. Sistematika Penulisan
Sebagai gambaran singkat materi skripsi nantinya, penulis menguraikan
sistematika penulisannya melalui proposal penelitian ini, sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi
operasional dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi, tinjauan umum terhadap sertifikat, tinjauan Hak atas tanah.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini akan dipaparkan mengenai lokasi penelitian, jenis dan sumber data,
teknik pengumpulan data, dan analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini akan menjawab perumusan masalah yang penulis lakukan, yang terdiri dari
Instrumen pokok penerbitan sertifikat hak atas tanah, fungsi sertifikat hak
atas tanah, kendala penerbitan sertifikat hak atas tanah, keberlakuan
sertifikat hak atas tanah, kepastian hukum sertifikat atas tanah sebagai bukti
kepemilikan, pembatalan mengenai sertifikat hak atas tanah, upaya pencegahan
sengketa sertifikat oleh badan pertanahan nasional,
Bab V Penutup
Bab ini merupakan bab yang terakhir, yang berisi kesimpulan dan sekaligus
diajuakan saran yang dianggap perlu.
DAFTAR PUSTAKA
H.Bagindo Syarifuddin, SH., DR.-ING. M. Yamin Jinca, M. Said Nisar, SH.,LL.M.,
1996 ”Seminar Mobilisasi Tertib Pertanahan Dalam PJP II” Kantor Wilayah B.P.N.
Sulawesi Selatan.
Prof. DR. Mhd. Yamin Lubis, SH., MS., CN. & Abd. Rahim Lubis, SH., M.Kn. “Hukum
Pendaftaran Tanah Edisi Revisi”, CV. Mandar Maju.
Aminuddin Salle dan kawan-kawan, 2010 “Bahan Ajar Hukum Agraria”, AS
Publishing: Makassar.
Adrian Sutedi,S.H.,M.H. 2011 “Sertifikat Hak Atas tanah”, Sinar grafika.
Ali Achmad Chomzah, 2002 “Hukum Pertanahan”, Cetakan Pertama, (Jakarta:Prestasi
Pustaka ).
Soni Harsono, 9 Juli 1992 ”Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya”, Seminar
nasional, Yogyakarta.
Drs. Sudarsono, SH.,M.Si. Kamus Hukum Edisi Terbaru, Rineka Cipta, Jakarta,
Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kemus Lengkap Baha Indonesia, Difa Publisher.
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum edisi lengkap, Aneka Ilmu, Semarang.
BAHAN MATERI :
- Pendaftaran tanah
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
- Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.
- Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.
- Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
- Hak atas tanah
adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, selanjutnya
disebut UUPA.
- Data fisik
adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan
atau bagian bangunan di atasnya.
- Data yuridis
adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah
susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta
beban-beban lain yang membebaninya.
- Ajudikasi
adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah
untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data
fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran
tanah untuk keperluan pendaftarannya.
- Pendaftaran tanah untuk pertama kali
adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah
ini.
- Pendaftaran tanah secara sistematik
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan
secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum
didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
- Pendaftaran tanah secara sporadik
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
- Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta
pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan
sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.
- Titik dasar teknik
adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu
pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi
sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk keperluan pengukuran dan
rekonstruksi batas.
- Peta dasar pendaftaran
adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan unsur-unsur
geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang
tanah.
- Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.
- Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistim penomoran.
- Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.
- Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau
hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah
susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu.
- Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data
yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada
haknya.
- Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan,
tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang
masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
- Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan.
- Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan.
- Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di
wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas
tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
- Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
LANJUT.......
BPN
dalam melaksanakan amanat UUPA didukung oleh kelengkapan instrumen
kelembagaan yang terdisi dari 5 kedeputian, setiap kedeputian membawahi
direktorat sesuai dengan wilayah kerja masing masing. Kedeputian
tersebut antara lain adalah:
1. Deputi survei, Pengukuran dan Pemetaan (Deputi I), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Survei potensi tanah
b. Direktorat Pemetaan Dasar
c. Direktorat Pemetaan Tematik
d. Direktorat Pengukuran Dasar
2. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (Deputi II), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Pendaftaran Hak dan Tanah Guna Ruang
b. Direktorat Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah
c. Direktorat Penetapan Batas Bidang Tanah dan Ruang
d. Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah
3. Deputi Pengaturan dan Penataan Pertanahan (Deputi III), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu
b. Direktorat Konsolidasi Tanah
c. Direktorat Landreform
d. Direktorat Penatagunaan Tanah
4. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (Deputi IV), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan
b. Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Terlantar dan Kritis
c. Direktorat Pengendalian Kebijakan dan Program Pertanahan
5. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (deputi V), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Perkara Pertanahan
b. Direktorat Sengketa Pertanahan
c. Direktorat Konflik Pertanahan
Dari
lima kedeputian tersebut yang melaksanakan tugas teknis terkait dengan
tugas pokok dan fungsi BPN adalah kedeputian I sampai dengan kedeputian
IV, sedangkan deputi V
menjalankan tugasnya setelah semua kegiatan
teknis telah dikerjakan, jika dalam tugasnya terjadi permasalahan, baik
itu disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal maka Deputi V akan
menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi menyangkut semua aspek
pertanahan yang berpotensi terhadap konflik, sengketa maupun perkara.
Badan
Pertanahan Nasional merupakan perwujudan dari Undang-Undang Pokok
Agraria, amanah yang diberikan UUPA kepada BPN yaitu mengatur
Penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sehingga
memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan rakyat, berkontribusi
menciptakan keadilan, memastikan ketersediaan tanah untuk generasi yang
akan datang dan menciptakan kehidupan yang harmonis dengan menyelesaikan
segala sengketa dan konflik di tanah air. Oleh karena itu setiap unit kerja
termasuk kedeputian yang membawahi direktorat dalam menjalankan
tugasnya harus mengacu pada pasal-pasal yang terdapat dalam
undang-undang pokok agraria sebagai pedoman dasar.
A. Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan (Deputi I)
Berdasarkan
peraturan presiden no 10 tahun 2006 tentang badan pertanahan nasional
Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan merupakan unsur pelaksana
sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang survey,
pengukuran dan pemetaan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
kepala, adapun fungsi dari kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang survey, pengukuran dan pemetaan
b. Pelaksanaan survey dan pemetaan tematik
c. Pelaksanaan pengukuran dasar nasional
d. Pelaksanaan pemetaan pertanahan
Pasal-pasal dalam UUPA yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal
19 khususnya ayat 2 yang mengatur tentang salah satu kegiatan
pendaftaran meliputi pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
Deputi
Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan, memiliki keterkaitan yang
sangat erat dengan Deputi Bidang Hak tanah dan pendaftaran tanah.
Survei, Pengukuran dan Pemetaan merupakan salah satu rangkaian proses
dalam melakukan pendaftaran tanah, dimana pendaftaran tanah dilakukan
untuk menjamin kepastian hukum antara orang atau badan hukum terhadap
tanah
B. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
Deputi
Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah merupakan unsur pelaksana
sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang Hak Tanah
dan Pendaftaran Tanah yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
kepala, adapun fungsi dari kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah
b. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah
c. Inventarisasi dan penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik Negara/daerah
d. Pelaksanaan
pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah, pemerintah daerah,
organisasi sosial keagamaan, dan kepentingan umum lainnya
e. Penetapan batas, pengukuran dan perpetaan bidang tanah serta pembukuan tanah
f. Pembinaan teknis pejabat pembuat akta tanah, surveyor berlisensi dan lembaga penilai tanah
Pasal-pasal dalam uupa yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal
2 ayat 2 poin b dan c yang mengatur hubungan hukum antara orang dengan
tanah dan antara orang dengan perbuatan hukum yang mengenai tanah
2. Pasal 3 yang menjelaskan tentang hak ulayat
3. Pasal
4 yang mennagtur tentang hak atas permukaan bumi atau yang disebut
tanah kepada orang-orang baik sendiri atau bersama-sama serat badan
hukum, dimana hak tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah
tersebut untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah itu.
4. Pasal 16 yang menyebutkan jenis-jenis hak atas tanah seperti yang disebutkan dalam pasal 4
5. Pasal 19 yang menjelaskan bahwa pendaftaran tanah merupakan suatu keharusan demi menjamin kepastian hukum atas tanah.
6. Pasal
20, dalam pasal ini disebutkan sifat-sifat Hak Milik yang
m,embedakannya dengan hak-hak yang lain, Hak Milik adalah hak terkuat
dan terpenuh yang dimiliki seseorang atas tanah.
7. Pasal
21 menjelaskan tentang, peruntukan Hak Milik adalah hanya untuk warga
negara Indonesia dan Badan Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.
8. Pasal 22 menjelaskan tentang terjadinya Hak Milik menurut hukum adat
9. Pasal 23 mengatur tentang peralihan atau hapusnya Hak Milik atas tanah harys didaftarkan.
10. Pasal 24 mengatur tentang penggunaan tanah-milik oleh bukan pemiliknya
11. Pasal 25 mengatur tentang Hak Milik sebagai hak tanggungan
12. Pasal
26 mengatur tentang jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan
wasiat, pemberian menurut adat, dan perbuatan- perbuatan lain terhadap
Hak Milik
13. Pasal 27 mengatur tentang Penyebab Hak Milik menjadi hapus
14. Pasal 28 mengatur tentang sifat-sifat Hak Guna Usaha
15. Pasal
29 mengatur tentang jangka waktu yang diberikan untuk Hak Guna Usaha
dan diperbolehkannya untuk memperpanjang jangka waktu HGU
16. Pasal 30 mengatur tentang yang mempunyai hak guna usaha
17. Pasal 31 mengatur tentang Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah
18. Pasal 32 mengatur setiap peralihan dan penghapusan HGU harus didaftarkan
19. Pasal 33 mengatur HGU sebagai hak tanggungan
20. Pasal 34 mengatur tentang penyebab HGU menjadi hapus
21. Pasal 35 mengatur tentang sifat-sifat dari Hak Guna Bangunan
22. Pasal 36 mengatur tentang siapa saja yang berhak memiliki Hak Guna Bangunan
23. Pasal 37 mengatur tentang keadaan yang menyebabkan HGB bisa terjadi
24. Pasal 38 mengatur tentang setiap peralihan dan penghapusan HGB harus didaftarkan
25. Pasal 39 mengatur tentang HGB sebagai hak tanggungan
26. Pasal 40 mengatur tentang penyebab HGB menjadi hapus
27. Pasal 41 mengatur tentang sifat-sifat dari Hak Pakai
28. Pasal 42 mengatur tentang siapa saja yang dapat mempunyai hak pakai
29. Pasal 43 mengatur tentang Pengalihan Hak Pakai
30. Pasal 44 mengatur tentang sifat-sifat dari Hak Sewa untuk Bangunan
31. Pasal 45 mengatur tentang siapa saja yang dapat menjadi pemegang Hak Sewa
32. Pasal 49 mengatur tentang hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
Kedeputian
ini memainkan peranan dalam Hukum Pertanahan, hal ini mencakup mengenai
tugas legalisasi aset yang berupa tanah. Pendaftaran tanah dilakukan
untuk mempertegas dan menjamin status hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan tanah yang didaftarkannya.
C. Deputi Pengaturan dan penataan pertanahan
Deputi
Pengaturan dan penataan pertanahan merupakan unsur pelaksana sebagian
tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang Pengaturan dan
penataan pertanahan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
kepala, adapun fungsi dari kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pengaturan dan penataan pertanahan
b. Penyiapan peruntukan, persediaan, pemeliharaan, dan penggunaan tanah
c. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah serta pemanfaatan dan penggunan lahan
d. Pelaksanaan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya
Pasal-pasal dalam UUPA yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal 2 ayat
2 poin a yang mengatur tentang hak menguasai negara meliputi wewenang
untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Pasal 7 yang mengatur tentang tidak diperbolehkannya pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas
3. Pasal 10 yang mengatur tentang kewajiban mengerjakan atau mengusahakan tanah pertaniannya sendiri secara aktif
4. Pasal
11 mengatur tentang hubungan hukum antara orang termasuk badan hukum
dengan tanah untuk mencegah pemilikan dan penguasaan yang melampaui
batas
5. Pasal 13 mengatur tentang kewenangan pemerintah dalam mengatur usaha-usaha agraria dalam rangka meningkatkan kemakmuran rakyat.
6. Pasal
14 mengatur tentang tugas pemerintah untuk membuat rencana umum
mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang
angkasa, dimana BPN khususnya deputi III mengatur tentang tanah
Kedeputian
ini memainkan peranan dalam politik pertanahan, hal ini mencakup
mengenai perencanaan peruntukan tanah sesuai dengan keadaan dan potensi
tanah sehingga terwujudnya keseimbangan yang sesuai dengan kebutuhan
antara wilayah pemukiman, wilayah pertanian, wilayah industri, wilayah
perdagangan dan wilayah-wilayah lain dalam rangka penyiapan peruntukan,
persediaan, pemeliharaan, dan penggunaan tanah yang ideal
D. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat
Deputi
Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat merupakan
unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di
bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala, adapun fungsi dari
kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat
b. Pelaksanaan pengendalian kebijakan, perencanaan dan program penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
c. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan
d. Evaluasi dan pemantauan penyediaan tanah untuk berbagai kepentingan
Pasal-pasal dalam UUPA yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal
6 mengatur bahwa setiap tanah memiliki fungsi sosial, jadi tanah tidak
dibenarkan dalam penggunaan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk
kepentingan pribadi, apalagi sampai mengakibatkan kerugian bagi
masyarakat. Secara tidak langsung melarang pemegang hak untuk menelantarkan tanah
2. Pasal 12 mengatur tentang pengusahaan tanah untuk kepentingan bersama
3. Pasal 13 mengatur tentang kewenangan pemerintah dalam mengatur usaha-usaha agraria dalam rangka meningkatkan kemakmuran rakyat.
4. Pasal
15 mengatur tentang kewajiban untuk memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburan dan mencegah kerusakannya ataupun membiarkan tanah menjadi
terlantar
5. Pasal 27 mengatur tentang Penyebab Hak Milik menjadi hapus yang salah satunya disebabkan oleh tanah yang diterlantarkan
6. Pasal 34 mengatur tentang penyebab HGU menjadi hapus yang salah satunya disebabkan oleh tanah yang diterlantarkan
7. Pasal 40 mengatur tentang penyebab HGB menjadi hapus yang salah satunya disebabkan oleh tanah yang diterlantarkan
Kedeputian
ini memainkan peranan dalam ekonomi pertanahan, hal ini meliputi peran
BPN dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan juga dalam mewujudkan
program prioritas bpn yang mengamanatkan tanah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang membangun manusia
atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan
perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Di kedeputian ini
khususnya direktorat pemberdayaan masyarakat and kelembagaan memiliki
tugas dalam mengupayakan pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan
tanah secara optimal.
Selain
itu Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat
juga melakukan tugas sosial pertanahan, dimana seperti disebutkan dalam
UU Pokok Agraria pasal 6 yang menjelaskan bahwa setiap hak atas tanah
memiliki fungsi sosial, maka tanah tidak dibenarkan dalam penggunaan
(atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadi, apalagi
sampai mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, Secara
tidak langsung melarang pemegang hak atas tanah untuk menelantarkan
tanah. Deputi ini melalui Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah
Terlantar dan Kritis bertugas melakukan pengendalian pertanahan dengan
cara mengidentifikasi tanah terlantar untuk kemudian diberi peringatan
dalam memanfaatkan tanahnya, dan dilakukan eksekusi sesuai dengan
peraturan yang berlaku bagi tanah terlantar tersebut.
LANJUT......
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPN menyelenggarakan fungsi:
- Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.
- Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
- Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).
- Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik.
- Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
- Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
- Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
- Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.
- Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan.
- Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
- Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.
LANJUT......
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan komponen utama dalam
penyelenggaraan hidup dan kehidupan masyarakat serta berlangsungnya
proses pembangunan. Paling sedikit ada tiga kebutuhan dasar manusia yang
tergantung pada tanah. Pertama, tanah sebagai sumber ekonomi guna
menunjang kehidupan. Kedua, tanah sebagai tempat mendirikan rumah untuk
tempat tinggal. Ketiga, tanah sebagai kuburan.
Dalam konteks yang demikian maka masalah
pertanahan menjadi bersifat multi aspek, baik aspek fisik dan non fisik
yang meliputi dimensi hukum, sosial, budaya, ekonomi, politik bahkan
keamanan Negara. Untuk itu penanganan sengketa pertanahan secara
sistematis dan langsung ke akar masalahnya akan menuntaskan masalah yang
sudah ada dan dapat mencegah konflik-konflik baru. Permasalahan yang
timbul tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks historis kebijakan
pemerintah dalam penanganan penyelesaian sengketa pertanahan.
Pruralisme hukum menjadi semacam
“boomerang” bagi penerapan kebijakan pertanahan di Indonesia. Berlakunya
dan diakuinya hukum adat dan masih diakuinya hak peniggalan kolonial
semakin menimbulkan dampak negatif karena kuantitas terjadinya sengketa
pertanahan akibat penafsiran penerapan hukum tersebut semakin meningkat.
Hak eigendom, erpacht, dan tanah ulayat menjadi salah satu penyebab
timbulnya sengketa pertanahan di Indonesia. Peninggalan hak bekas
kolonial semakin menimbulkan polemik.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok Agraria (UUPA) pada dasarnya mengatur hal-hal urgen yang
berkaitan dengan pertanahan. Secara teknis UUPA tidak membahas tentang
apa dan bagaimana proses penanganan/penyelesaian sengketa pertanahan.
Berawal dari semakin meningkatnya kuantitas terjadinya sengketa
pertanahan, maka dianggap perlu suatu peraturan yang komprehensif
membahas tentang pembagian, proses, dan penanganan sengketa pertanahan.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai
lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap berabagai
persoalan yang berkaitan dengan pertanahan di Indonesia melalui unit
kerja Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan merumuskan suatu kebijakan berupa pembentukan Petunjuk Teknis
Penyelesain Permasalahan Pertanahan, yang tertuang dalam Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 34 Tahun 2007.
Direktorat sengketa pertanahan yang
merupakan bagian dari Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa
Pertanahan mempunyai peranan yang besar terhadap proses penanganan
maupun penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia. Berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 34 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penyelesain Permasalahan Pertanahan, Direktorat Sengketa
Pertanahan tidak hanya berperan sebagai mediator, tetapi juga berperan
dalam penelusuran dan anlisis fakta hukum serta administartif status
bidang tanah yang bermasalah dan menimbulkan sengketa tersebut. Untuk
itu perlu pemahaman lebih mendalam tentang Tugas Pokok dan Fungsi
Direktorat Sengketa Pertanahan pada umumnya, serta proses penanganan
sengketa pertanahan khususnya. Sehingga salah satu agenda prioritas BPN
yaitu menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan
konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis dapat
terwujud.
B. Maksud dan Tujuan
MAKSUD
Maksud kegiatan orientasi tugas ini
adalah memberikan pemahaman kepada para CPNS mengenai tugas pokok dan
fungsi Direktorat Konsolidasi Tanah Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia, program kerja serta permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut secara utuh dan menyeluruh.
TUJUAN
Setelah kegiatan orientasi tugas, Calon Pegawai Negeri Sipil diharapkan mampu untuk:
- Memahami arah dari Rencana Strategis BPN RI dan berkontribusi nyata untuk turut mensukseskannya;
- Memahami Tata Cara Kerja di setiap satuan kerja, dan mampu melaksanakannya.
- Memahami peraturan-peraturan di bidang Sengketa Pertanahan.
- Mampu bersosialisasi dilingkungan kerja dengan memperhatikan aspek tata krama dan etika.
C. WAKTU PELAKSANAAN
Pelaksanaan orientasi kerja di Direktorat
Sengketa Pertanahan, Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa
dan Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
adalah tanggal 16 AGUSTUS – 27 AGUSTUS 2010.
BABII PELAKSANAAN ORIENTASI
A. Profil Unit Kerja
Berikut ini struktur organisasi
Direktorat Sengketa Pertanahan menurut Peraturan Kepala BPN RI No.3
tahun 2006 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Republik
Indonesia.
Bagan struktur organisasi Direktorat Sengketa Pertanahan
B. Tugas dan Pokok Fungsi
Direktorat Sengketa Pertanahan mempunyai
tugas menyiapkan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan penanganan
dan penyelesaian sengketa pertanahan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Sengketa Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa yuridis, fisik dan landreform;
- Penyusunan norma, standar, pedoman dan mekanisme pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa yuridis, fisik dan landreform;
- Pengkajian dan pemetaan semua akar sengketa pertanahan;
- Penelitian, penyusunan dan perumusan petunjuk atau pedoman sebagai
pelaksanaanperaturan perundang-undangan di bidang pertanahan khususnya
dalam rangka penyelesaian sengketa pertanahan;
- Investigasi dan koordinasi antara lembaga dan instansi terkait dalam penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan;
- Penyelesaian sengketa yuridis, fisik dan landreform;
- Penyelenggaraan alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi, rekonsiliasi atau fasilitasi atas sengketa pertanahan;
- Penyiapan keputusan penghentian dan pembatalan hak atas tanah karena
cacat administrasi dan atas dasar kekuatan putusan pengadilan.
Direktorat Sengketa Pertanahan terdiri dari:
- Subdirektorat Sengketa Yuridis
- Subdirektorat Sengketa Fisik
- Subdirektorat Sengketa Obyek Landreform
2.1. Subdirektorat Sengketa Yuridis
Subdirektorat Sengketa Yuridis mempunyai
tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan
pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa penguasaan dan
pemilikan tanah. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Sengketa
Yuridis mempunyai fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis penanganan sengketa penguasaan dan pemilikan tanah;
b. Inventarisasi dan pengolahan data sengketa penguasaan dan pemilikan tanah;
c. Penyiapan bahan dan pelaksanaan
investigasi dan koordinasi dengan lembaga dan instansi terkait dalam
penanganan sengketa penguasaan dan pemilikan tanah;
d. Pengkajian penanganan sengketa penguasaan dan pemilikan tanah;
e. Penyiapan alternatif penyelesaian sengketa penguasaan dan pemilikan tanah melalui mediasi, rekonsiliasi atau fasilitasi;
f. Penyiapan keputusan penyelesaian
sengketa dan keputusan pembatalan hak karena cacat administrasi dan atas
dasar kekualan putusan pengadilan.
Subdirektorat Sengketa Yuridis terdiri dari:
1. Seksi Sengketa Penguasaan
Seksi Sengketa Penguasaan mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,mengolah, mengkaji
penyelesaian sengketa tanah-tanah yang belum dilekati sesuatu hak.
2. Seksi Sengketa Kepemilikan
Seksi Sengketa Pemilikan mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji
penyelesaian sengketa tanah yang sudah dilekati sesuatu hak.
2.2. Subdirektorat Sengketa Fisik
Subdirektorat Sengketa Fisik mempunyai
tugas menyiapkan bahan perumusaan kebijakan teknis dan melaksanakan
penanganan sengketa pengukuran, pemetaan bidang tanah dan batas
wilayah. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Sengketa Fisik
menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis penanganan sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah;
- Inventarisasi dan pengolahan data sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah;
- Penyiapan bahan dan pelaksanaan investigasi dan koordinasi dengan
lembaga dan instansi terkait dalam penanganan sengketa batas, letak,
luas bidang tanah dan batas wilayah;
- Pengkajian penanganan sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah;
- Penyiapan alternatif penyelesaian sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah melalui mediasi dan fasilitasi;
- Penyiapan keputusan penghentian hubungan hukum dan pembatalan hak tanah.
Subdirektorat Sengketa Fisik terdiri dari:
1. Seksi Sengketa Batas dan Letak
Seksi Sengketa Batas dan Letak mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah,
mengkaji penyelesaian sengketa batas, letak dan luas bidang tanah.
2. Seksi Sengketa Batas Wilayah
Seksi Sengketa Batas Wilayah mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah,
mengkaji penyelesaian sengketa batas wilayah.
2.3. Subdirektorat Sengketa Landreform
Subdirektorat Sengketa Landreform
mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan
melaksanakan pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa
landreform. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Sengketa
Landreform menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pengkajian, penanganan
dan penyelesaian sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
- Pengkajian dan pemetaan semua akar sengketa landreform dan menyelesaikan sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
- Pengkajian aspek hukum, sosial, budaya, ekonomi, politik dalam rangka penanganan sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
- Penyiapan bahan penelitian penanganan dan penyelesaian sengketa sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
- Penyiapan keputusan pembatalan hak tanah yang berkaitan dengan penegakan hukum landreform;
- Penyelenggaraan mediasi, rekonsiliasi atau fasilitasi sengketa obyek landreform serta ganti kerugian.
Subdirektorat Sengketa Landreform terdiri dari:
- 1. Seksi Sengketa Obyek Landreform.
Seksi Sengketa Obyek Landreform mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah,
mengkaji penanganan dan penyelesaian sengketa obyek landreform.
- 2. Seksi Sengketa Ganti Kerugian.
Seksi Sengketa Ganti Kerugian mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah,
mengkaji penanganan dan penyelesaian sengketa ganti kerugian tanah obyek
landreform.
B. Peraturan dan Pedoman Kerja
Peraturan-peraturan yang melandasi
kegiatan-kegiatan Direktorat Sengketa, baik itu sifatnya sebagai
landasan pelaksanaan tugas pokok maupun sebagai pedoman atau batasan
dalam menetapkan kebijakan teknis ataupun kriteria-kriteria teknis
adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Dasar (UUD) 1945;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria;
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya;
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
- Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional;
- Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia ;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN
Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;
- Keputusan Kepala BPN RI Nomor 34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan:
- Petunjuk Teknis Nomor 01/JUKNIS/DV/2007 tentang Pemetaan Masalah dan Akar Masalah Pertanahan
- Petunjuk Teknis Nomor 02/JUKNIS/DV/2007 tentang Tata Laksana Loket Penerimaan Pengaduan Masalah Pertanahan
- Petunjuk Teknis Nomor 03/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyelenggaraan Gelar Perkara
- Petunjuk Teknis Nomor 04/JUKNIS/DV/2007 tentang Penelitian Masalah Pertanahan
- Petunjuk Teknis Nomor 05/JUKNIS/DV/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi
- Petunjuk Teknis Nomor 06/JUKNIS/DV/2007 tentang Berperkara di Pengadilan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Putusan Pengadilan
- Petunjuk Teknis Nomor 07/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyusunan Risalah Pengolahan Data (RDP)
- Petunjuk Teknis Nomor 08/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyusunan Keputusan
Pembatalan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas
Tanah/Pembatalan/Sertifikat Hak Atas Tanah
- Petunjuk Teknis Nomor 09/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyusunan Laporan Periodik
- Petunjuk Teknis Nomor 10/JUKNIS/DV/2007 tentang Tata Kerja Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pertanahan Republik Indonesia
C. Identifikasi dan Analisis Masalah
Seperti pembahasan sebelumnya, bahwa
permasalahan pertanahan tidak hanya kuantitasnya yang semakin bertambah
namun secara kualitas juga semakin rumit dan kompleks. Butuh penanganan
dan analisis yang tepat dalam merumuskan rekomendasi maupun menetapkan
keputusan sah tidaknya terhadap suatu produk hukum yang dijadikan alat
bukti oleh para pihak yang bersengketa. Demikian pula terhadap asal-usul
bidang tanah yang menjadi objek sengketa.
Berdasarkan Petunjuk Teknis No.
01/JUKNIS/D.V/2007 tentang Pemetaan dan Akar Masalah Pertanahan
menyatakan bahwa Sengketa pertanahan adalah perbedaan nilai,
kepentingan, pendapat, dan atau persepsi antara orang- perorangan dan
atau badan hukum (privat atau public) mengenai status penguasaan atau
status pemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatas atas
bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status keputusan tata
usaha Negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau
pemanfaatan atas bidang tanah tertentu.
Tipologi Masalah Pertanahan adalah jenis
sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau
diadukan dan ditangani, terdiri dari masalah yang berkaitan dengan:
- Penguasaan dan Pemilikan Tanah yaitu perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu
yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah
dilekati hak oleh pihak tertentu.
- Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah yaitu perbedaan persepsi, nilai
atau pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak dan pendaftaran
tanah yang merugikan pihak lain sehingga menimbulkan anggapan tidak
sahnya penetapan atau perijinan di bidang pertanahan.
- Batas atau letak bidang tanah yaitu perbedaan pendapat, nilai
kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu
pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas.
- Pengadaan Tanah yaitu perbedaan pendapat, kepentingan, persepsi atau
nilai mengenai status hak tanah yang perolehannya berasal proses
pengadaan tanah, atau mengenai keabsahan proses, pelaksanaan pelepasan
atau pengadaan tanah dan ganti rugi.
- Tanah obyek Landreform yaitu perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai prosedur penegasan, status penguasaan dan
pemilikan, proses penetapan ganti rugi, penentuan subyek obyek dan
pembagian tanah obyek Landreform.
- Tuntutan Ganti Rugi Tanah Partikelir yaitu perbedaan persepsi,
pendapat, kepentingan atau nilai mengenai Keputusan tentang kesediaan
pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah partikelir yang
dilikuidasi.
- Tanah Ulayat yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat di atas
areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas tanah maupun yang
belum, akan tetapi dikuasai oleh pihak lain.
- Pelaksanaan Putusan Pengadilan yaitu perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan
dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur
penerbitan hak atas tanah tertentu.
Sedangkan kriteria sengketa dinyatakan selesai adalah sebagi berikut:
- Dengan pernyataan resmi dari BPN mengenai status tanah sengketa (siapa yang paling berhak).
- Surat keputusan dari BPN tentang pembatalan atau pemberian hak atas tanah.
- Hasil mediasi atas suatu bidang tanah dalam hal ini satu dokumen/satu pemilik.
- Para pemilik (pihak yang bersengketa) memilih jalur lembaga pengadilan.
- Pernyataan bahwa sengketa bukan merupakan domain kewenangan BPN.
Secara terstruktur melalui kualifikasi
dan identifikasi yang tepat maka ditemukan berbagai masalah yang
cenderung menghambat proses penanganan dan penyelesaian sengketa
pertanahan, diantaranya yaitu:
- Minimnya pemahaman masyarakat tentang tugas pokok dan fungsi BPN,
sehingga stigma yang terbangun dalam pemikiran masyarakat bahwa BPN
hanya sebagai lembaga sertifikasi tanah (legalisasi asset). Sehingga
sengketa pertanahan di Indonesia tidak terselesaikan dengan jalan yang
benar melainkan dengan kekerasan sehingga sengketa pertanahan semakin
kompleks.
- Sistem informasi pertanahan yang kurang mendukung, sehingga data
pertanahan yang dibutuhkan untuk proes penyelesaian sengketa pertanahan
sedikit terhambat.
- Sengketa yang cenderung melibatkan instansi pemerintah dengan
masyarakat sehingga menjadi dilema tersendiri untuk menyelesaikan
sengketa tersebut di sisi lain BPN ingin memperjuangkan kepentingan
masyarkat di sisi lain instansi pemerintah juga punya kepentingan dalam
mepercepat pembangunan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
- Tugas pokok Direktorat Sengketa Pertanahan adalah membuat suatu
rumusan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan
sengketa pertanahan.
- Berdasarkan Petunjuk Teknis No. 01/JUKNIS/D.V/2007 tentang Pemetaan
dan Akar Masalah Pertanahan menyatakan bahwa Sengketa pertanahan adalah
perbedaan nilai, kepentingan, pendapat, dan atau persepsi antara
orang-perorangan dan atau badan hukum (privat atau public) mengenai
status penguasaan atau status pemilikan dan atau status penggunaan atau
pemanfaatas atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status
keputusan tata usaha Negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan
penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu.
- Kriteria sengketa dinyatakan selesai adalah:
- Dengan pernyataan resmi dari BPN mengenai status tanah sengketa (siapa yang paling berhak).
- Surat keputusan dari BPN tentang pembatalan atau pemberian hak atas tanah.
- Hasil mediasi atas suatu bidang tanah dalam hal ini satu dokumen/satu pemilik.
- Para pemilik (pihak yang bersengketa) memilih jalur lembaga pengadilan.
- Pernyataan bahwa sengketa bukan merupakan domain kewenangan BPN.
B. Saran
- Perlunya suatu pengarahan dan penyatuan persepsi kepada masyarakat
atau pihak-pihak yang bersengketa terhadap tugas dan fungsi BPN dalam
hal ini Direktorat Sengketa Pertanahan dalam proses dan mekanisme
penyelesaian sengketa pertanahan.
- Perlunya pemutakhiran data dan informasi pertanahan dalam membantu percepatan proses penyelesaian sengketa pertanahan.
- Perlunya peningkatan kerjasama dan
koordinasi dengan lembaga pemerintahan yang berkompeten dalam membantu
menyelesaikan sengketa pertanahan di Indonesia demi tercapainya salah
satu dari 11 agenda prioritas BPN yaitu menangani dan menyelesaikan
perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia
secara sistematis.
LANJUT......
Direktorat Perkara Pertanahan
PELAKSANAAN ORIENTASI
Profil Unit Kerja
Direktorat Perkara Pertanahan merupakan
salah satu satuan Direktorat di lingkungan kerja Deputi V Bidang
Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. Struktur
organisasi Direktorat Perkara Pertanahan menurut Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 tahun 2006 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Bagan struktur organisasi Direktorat Perkara Pertanahan
Tugas Pokok dan Fungsi
Direktorat Perkara Pertanahan mempunyai
tugas menyiapkan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pengkajian,
penanganan dan penyelesaian perkara pertanahan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Perkara Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan bahan perumusan kebijakan penanganan perkara baik di lingkungan peradilan umum maupun peradilan tata usaha negara;
- Penyusunan norma, standar, pedoman dan mekanisme pengkajian, penanganan dan penyelesaian perkara pertanahan;
- Pengkajian dan pemetaan semua akar dan obyek perkara pertanahan;
- Penyelesaian perkara pertanahan baik di peradilan umum, peradilan tata usaha negara atau lembaga peradilan lainnya;
- Penyiapan saksi dan bahan untuk memberikan kesaksian serta bantuan hukum;
- Penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan
putusan lembaga peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang
memerintahkan Badan Pertanahan untuk menghentikan dan membatalkan hak
atas tanah .
Direktorat Perkara Pertanahan terdiri dari 3 (tiga) subdirektorat diantaranya:
- Subdirektorat Perkara Wilayah I;
- Subdirektorat Perkara Wilayah II;
- Subdirektorat Perkara Wilayah III.
Subdirektorat Perkara Wilayah I
Subdirektorat Perkara Wilayah I mempunyai
tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan
penanganan dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha negara
wilayah
Sumatera,
Kalimantan dan
Nusa Tenggara.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 380 Peraturan
Kepala Badan Pertanahan No. 3 Tahun 2006, Subdirektorat Perkara Wilayah
I menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang pengkajian dan
penanganan perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera,
Kalimantan dan Nusa Tenggara;
- Pemetaan akar perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara;
- Penyiapan data dalam rangka penanganan perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara;
- Penanganan perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara;
- Penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan
putusan lembaga peradilan umum dan tata usaha negara wilayah Sumatera,
Kalimantan dan Nusa Tenggara yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Subdirektorat Perkara Wilayah I terdiri dari:
Seksi Perkara Perdata Wilayah I
Seksi Perkara Perdata Wilayah I mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah,
mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara perdata di wilayah
Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara.
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah I
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah I
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara tata usaha negara
di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara.
2. Subdirektorat Perkara Wilayah II
Subdirektorat Perkara Wilayah II
mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan
melaksanakan penanganan dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha
negara wilayah
Bali,
Maluku dan
Sulawesi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 384, Subdirektorat Perkara Wilayah II menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pengkajian, penanganan
dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali,
Maluku dan Sulawesi;
- Pemetaan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi;
- Penyiapan data dalam rangka penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi;
- Penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi;
- Penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan
putusan lembaga peradilan umum dan tata usaha negara di wilayah Bali,
Maluku dan Sulawesi yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Subdirektorat Wilayah II terdiri dari:
Seksi Perkara Perdata Wilayah II
Seksi Perkara Perdata Wilayah II
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara perdata di
wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi.
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah II
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah
II mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara tata usaha
negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi.
3. Subdirektorat Perkara Wilayah III
Subdirektorat Perkara Wilayah III
mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan
melaksanakan penanganan, dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha
negara wilayah Jawa dan Papua. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 388, Subdirektorat Perkara Wilayah III
menyelenggarakan fungsi:
- penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pengkajian dan penanganan
perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
- pemetaan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
- penyiapan data dalam rangka penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
- penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
- penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan
putusan lembaga peradilan umum dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan
Papua yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Subdirektorat Perkara Wilayah III terdiri dari:
Seksi Perkara Perdata Wilayah III
Seksi Perkara Perdata Wilayah III
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara perdata di
Wilayah Jawa dan Papua.
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah III
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah
III mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara tata
usaha negara di Wilayah Jawa dan Papua.
Beberapa Peraturan dan Pedoman Kerja
Berikut ini beberapa peraturan
perundangan yang dijadikan dasar pelaksanaan tugas pada Direktorat
Perkara Pertanahan yang menjadi dasar setiap langkah, peraturan tersebut
diantaranya :
- Undang-undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat 3. “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
- UUPA No 5 Tahun 1960, Pasal 1 ayat (2). “Seluruh bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan YME adalah bumi, air
dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”.
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2006 tentang struktur organisasi Badan Pertanahan Nasional
- Peraturan Kepala badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 2006
tentang struktur organisasi Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan
- Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 Tahun 2006 tanggal 11 April 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 tahun 2006
tanggal 16 Mei 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia.
- Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional RI No. 34 tahun 2007 tanggal 12 Juni 2007 tentang Penanganan
dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
- dll.
LANJUT.......
Inspektorat Utama
PROFIL
Inspektorat Utama adalah unsur pengawasan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. Susunan
Organisasi Inspektorat Utama menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia No. 3 tahun 2006 mengenai Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pertanahan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Bagan Susunan Organisasi Inspektorat Utama
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Inspektorat Utama
mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan
tugas di ligkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Dalam
melaksanakan tugasnya, Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut:
- Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional di lingkungan bpn;
- Penyusunan standar pengawasan intern di bidang pertanahan;
- Pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk kepala bpn;
- Pengusutan kebenaran laporan atau pengaduan atas hambatan, penyimpangan dan penyalahgunaan dalam bidang pertanahan;
- Penyiapan pelaksanaan tindakan penertiban terhadap permasalahan di bidang pertanahan yang ditemukan;
- Pelaksanaan pembinaan teknis administrasi dalam pengelolaan dan pelayanan pertanahan;
- penyusunan laporan hasil pengawasan.
Inspektorat Utama terdiri dari:
- Inspektorat wilayah I
- Inspektorat wilayah II
- Inspektorat wilayah III
- Inspektorat wilayah IV
- Inspektorat wilayah v
- Bagian Tata Usaha
Inspektorat Wilayah I
Inspektorat Wilayah I mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang
pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja
di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah I yang meliputi :
- Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah;
- Inspektorat Utama, dan
- Provinsi-provinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Jawa
Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Inspektorat Wilayah I membawahkan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor.
II.2.2. Inspektorat Wilayah II
Inspektorat Wilayah II mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang
pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja
di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah II yang meliputi:
- Deputi Bidang Survei,Pengukuran dan Pemetaan;
- Pusat Pendidikan dan Latihan;
- dan Provinsi-provinsi Jambi , Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Maluku,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.3. Inspektorat Wilayah III
Inspektorat Wilayah III mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang
pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja
di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah III yang meliputi:
- Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;
- Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional;
- dan Provinsi-provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Daerah
Istimewa, Yogyakarta, Banten, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Nusa
Tenggara Timur,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.4. Inspektorat Wilayah IV
Inspektorat Wilayah IV mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang
pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja
di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah IV yang meliputi:
- Sekretariat Utama;
- Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan;
- Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat;
- dan Provinsi-Provinsi Riau, Bengkulu, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.5. Inspektorat Wilayah V
Inspektorat Wilayah V mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan dan pembinaan atas pelaksanaan kebijakan dan
peraturan perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di
bidang pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit
kerja di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah V yang meliputi:
- Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat;
- Pusat Penelitian dan Pengembangan;
- Pusat Data dan Informasi Pertanahan;
- dan Provinsi-provinsi: Sumatera Utara, Bangka Belitung, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Bali dan
Papua,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.6. BAGIAN TATA USAHA
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas
menyiapkan penyusunan rencana dan program, serta laporan hasil
pelaksanaan pengawasan dan memberikan pelayanan administrasi kepada
semua unsur di lingkungan Inspektorat Utama.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 406, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan bahan penyusunan dan rencana program pengawasan;
- Penghimpunan dan penyiapan penyusunan laporan hasil pelaksanaan pengawasan;
- Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Inspektorat Utama.
Bagian Tata Usaha terdiri dari:
- Sub Bagian Penyusunan Program;
- Sub Bagian Pelaporan dan Evaluasi;
- Sub Bagian Umum.
- Sub Bagian Penyusunan Program mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana dan program pengawasan;
- Sub Bagian Pelaporan dan Evaluasi mempunyai tugas menghimpun dan menyiapkan penyusunan laporan hasil pengawasan;
- Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan surat-menyurat, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga Inspektorat Utama.
LANJUT.........
LARASITA: Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi Tanah
LARASITA adalah
kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang
diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. LARASITA dibangun
dan dikembangkan untuk mewujudnyatakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD
Tahun 1945, Undang-Undang Pokok Agraria, serta seluruh peraturan
perundang-undangan di bidang pertanahan dan keagrariaan. Pengembangan
LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) dengan masyarakat,
sekaligus mengubah paradigma pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
BPN RI dari menunggu atau pasif menjadi aktif atau pro aktif, mendatangi masyarakat secara langsung.
Dan, LARASITA telah diujicobakan
pelaksanaannya di beberapa kabupaten/kota yang setelah dilakukan
evaluasi disimpulkan dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. LARASITA
menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada kantor pertanahan.
Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian kewenangan yang
diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian
LARASITA menjadi mekanisme untuk:
- menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agraria);
- melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
- melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;
- melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah;
- memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan;
- menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat; dan
- meningkatkan legalisasi aset tanah masyarakat.
Dengan LARASITA, kantor pertanahan
menjadi mampu menyelenggarakan tugas-tugas pertanahan dimanapun target
kegiatan berada. Pergerakan tersebut juga akan memberikan ruang
interaksi antara aparat
BPN RI dengan
masyarakat sampai pada tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dan tingkat
komunitas masyarakat, di seluruh wilayah kerjanya, terutama pada lokasi
yang jauh dari kantor pertanahan.
LANJUT........
LAPORAN ORIENTASI DI PUSDATIN
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi informasi yang
demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang
bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume
yang besar secara cepat dan akurat. Seiiring dengan kemajuan teknologi
tersebut kebutuhan informasi diharapkan dapat lebih cepat dan akurat.
Dengan demikian pemerintah harus segera melaksanakan proses transformasi
menuju e-government untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien melalui
penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah
dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan
teknologi informasi tersebut harus mencakup 2 (dua) aktivitas yang
berkaitan yaitu:
(1) Pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis;
(2) pemanfaatan kemajuan teknologi
informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah
oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.
Hal ini dipandang baik oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan mengembangkan teknologi informasi dan e-goverment di lingkungan organisasi BPN, dimana proses pengolahan dan pengembangan teknologi informasi dan e-government
dilakukan di Bagian Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN). Mengingat
sebagian besar ranah kerja Badan Pertanahan Nasional adalah pelayanan
publik, Sukses kedepan BPN tidak akan terlepas dari penerapan teknologi
informasi secara menyeluruh disetipa unit kerja di Badan Pertanahan
Nasional serta pemberdayaan sumber daya manusia sehingga mampu
mewujudkan tanah dan pertanahan di Negara ini sebesar-besar untuk
kemakmuran rakyat.
B. MAKSUD DAN TUJUA
1. Maksud
Maksud kegiatan orientasi tugas ini
adalah memberikan pemahaman kepada para CPNS mengenai tugas pokok dan
fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada Pusat Data Dan
Informasi Pertanahan, program kerja, dan permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut secara utuh dan
menyeluruh.
2. Tujuan
Setelah kegiatan orientasi tugas, Calon Pegawai Negeri Sipil diharapkan mampu untuk:
- Memahami arah dari Rencana Strategis BPN RI dan berkontribusi nyata untuk turut mensukseskannya;
- Memberi pemahaman tentang aplikasi yang sedang berjalan dan yang akan dibangun.
- Memahami Tata Cara Kerja di setiap satuan kerja, dan mampu melaksanakannya.
- Mampu bersosialisasi di lingkungan kerja dengan memperhatikan aspek tata krama dan etika.
C. WAKTU PELAKSANAAN ORIENTASI
Orientasi kerja dilaksanakan di Pusat
Data Dan Informasi Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Jl. Sisingamangaraja No. 2 pada tanggal 27 September 2010
s.d. 8 Oktober 2010.
BAB II PUSAT DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN
II.1. PROFIL UNIT KERJA
Pusat Data dan Informasi Pertanahan yang
selanjutnya disebut PUSDATIN adalah unsur penunjang tugas dan fungsi
BPN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala melalui
Sekretaris Utama. PUSDATIN dipimpin oleh Kepala.
Struktur organisasi Pusat Data Dan
Informasi menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia No. 3 tahun 2006 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pertanahan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
II.2. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
PUSDATIN mempunyai tugas melaksanakan
pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi pertanahan serta
membangun dan mengembangkan sistem informasi pertanahan nasional
(SIMTANAS) berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 411 Peraturan Kepala BPN R.I. No. 3 Tahun 2006,
PUSDATIN menyelenggarakan fungsi:
- Pelaksanaan pengembangan sistem informasi pertanahan dan pengembangan e-government di lingkungan BPN;
- Pemberian bimbingan, monitoring, evaluasi dan pelaporan, serta penerapan SIMTANAS di lingkungan BPN;
- Pelaksanaan urusan tata usaha.
Pusat Data Dan Informasi Pertanahan (PUSDATIN) terdiri dari:
- Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan;
- Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS;
- Subbagian Tata Usaha;
- Kelompok Jabatan Fungsional.
A. Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan;
Bidang Pengembangan Sistem, Data dan
Informasi Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sistem
informasi pertanahan dan pengembangan e-government di lingkungan BPN.
Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan
menyelenggarakan fungsi:
- Analisa dan penyusunan standar sistem informasi pertanahan yang
mencakup teknologi informasi, data dan informasi, perangkat lunak,
perangkat keras dan sumberdaya manusia pendukung;
- Pengembangan, penerapan dan pemeliharaan sistem jaringan dan aplikasi;
- Monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan terdiri dari:
A.1. Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi
Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi
mempunyai tugas melakukan analisa dan penyusunan sistem, standar
aplikasi, data dan informasi pertanahan, dengan uraian tugas sebagai
berikut:
(1) Menyampaikan saran-saran dan
atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang pengembangan
sistem, data dan informasi pertanahan tentang tindakan yang perlu
diambil dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar
aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(2) Menghimpun dan mempelajari
peraturan perundang-undangan, kebijksanaan, pedoman dan petunjuk teknis
serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya
sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3) Membuat rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi sebagai
pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4) Mempersiapkan bahan-bahan
dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan
bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan
informasi pertanahan.
(5) Mengumpulkan, menghimpun dan
mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan
dengan penyiapan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi,
data dan informasi pertanahan.
(6) Menyiapkan konsep
pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi yang digunakan dalam
pelayanan pertanahan ke pemerintah/ Government to Government (G2G), ke
kalangan Bisnis/Government to Bussines (G2B), ke Masyarakat/Government
to Civil (G2C) dalam mendukung e-government.
(7) Menyiapkan konsep
pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi SIMTANAS yang
digunakan dalam pelayanan pertanahan ke internal BPN (BPN Pusat, Kantor
Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota).
(8) Menyiapkan konsep pembangunan standar data tekstual dan spasial dan informasi pertanahan.
(9) Menyiapkan konsep
pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi software berkoordinasi
dengan instansi lain dalam membangun e-government.
(10) Menyiapkan konsep standar dan format informasi dalam rangka pelayanan pertanahan online.
(11) Melakukan inventarisasi
permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah
dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi,
data dan informasi pertanahan.
(12) Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(13) Melaksanakan evaluasi dan
menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam menyiapkan bahan analisa
dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(14) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
A.2. Subbidang Penerapan Jaringan dan Aplikasi.
Subbidang Penerapan Jaringan dan Aplikasi
mempunyai tugas melakukan pengembangan, penerapan, pemeliharaan,
monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi, dengan uraian
tugas sebagai berikut:
(1) Menyampaikan saran-saran dan
atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang pengembangan
sistem, data dan informasi pertanahan tentang tindakan yang perlu
diambil dalam menyiapkan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan,
monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(2) Menghimpun dan mempelajari
peraturan perundang-undangan, kebijaksanaan, pedoman dan petunjuk teknis
serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya
sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3) Membuat rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh Subbidang Penerapan Jaringan dan Aplikasi
sebagai pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring
pelaksanaannya.
(4) Mempersiapkan bahan-bahan
dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan
bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan, monitoring, dan evaluasi
sistem jaringan dan aplikasi.
(5) Mengumpulkan, menghimpun dan
mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan
dengan penyiapan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan,
monitoring, dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(6) Menyiapkan konsep
pengembangan jaringan komunikasi dan aplikasi di BPN pusat, Kantor
Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
(7) Menyiapkan konsep penerapan jaringan komunikasi dan aplikasi.
(8) Menyiapkan konsep pemeliharaan jaringan komunikasi dan aplikasi.
(9) Menyiapkan konsep monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem jaringan komunikasi dan aplikasi.
(10) Menyiapkan konsep analisa kebutuhan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana pendukung kemputerisasi pertanahan.
(11) Menyiapkan konsep pelatihan dalam rangka penngembangan sumber daya manusia pendukung komputerisasi pertanahan.
(12) Melakukan inventarisasi
permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah
dalam menyiapkan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan.
Monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(13) Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(14) Melaksanakan evaluasi dan
menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam menyiapkan bahan
pengembangan, penerapan, pemeliharaan, monitoring dan evaluasi sistem
jaringan dan aplikasi.
(15) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
- B. Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS
Bidang Bimbingan dan Penerapan
Komputerisasi SIMTANAS mempunyai tugas melakukan bimbingan komputerisasi
dan penerapan model komputerisasi, publikasi, pelayanan data dan
informasi pertanahan. Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi
SIMTANAS menyelenggarakan fungsi:
- penerapan sistem aplikasi pelayanan administrasi pertanahan;
- pemberian bimbingan teknis dan pemeliharaan komputerisasi;
- penghimpunan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan;
- pengembangan sistem informasi eksekutif dan e-government di lingkungan BPN.
Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS terdiri dari:
B.1. Subbidang Pelayanan Data dan SIMTANAS
Subbidang Pelayanan Data dan SIMTANAS
mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan
dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem
informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan
pemeliharaan SIMTANAS, dengan uraian tugas sebagai berikut:
(1) Menyampaikan saran-saran dan
atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Bidang Bimbingan dan
Penerapan Komputerisasi sistem Informasi dan Managemen Pertanahan
Nasional (SIMTANAS) tentang tindakan yang perlu diambil dalam
menyiapkan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan
penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem
informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(2) Menghimpun dan mempelajari
peraturan perundang-undangan, kebijaksanaan, pedoman dan petunjuk teknis
serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya
sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3) Membuat rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh Subbidang Pelayanan Data dan SIMTANAS
sebagai pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring
pelaksanaannya.
(4) Mempersiapkan bahan-bahan
dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan
bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan
data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif,
pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(5) Mengumpulkan, menghimpun dan
mensistimatisasikan / mengolah data dan informasi yang berhubungan
dengan penyiapan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan
penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem
informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(6) Melakukan inventarisasi dan
pengumpulan data pertanahan tekstual dan spasial di BPN Pusat, kantor
wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
(7) Melakukan pengolahan dan
validasi data pertanahan tekstual dan spasial di BPN Pusat, kantor
wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota kedalam
bentuk digital dan terintegrasi menjadi SIMTANAS.
(8) Melakukan pelayanan dan
penyebarluasan data dan informasi pertanahan melalui sarana Web/portal,
SMS, Sosialisasi, Brosur dan Pamflet dalam rangka
menunjang e-government.
(9) Melakukan pengembangan Sistem Informasi Eksekutif (EIS) dan e-government.
(10) Melakukan pemeliharaan data pertanahan dalam SIMATANAS secara terus menerus.
(11) Melakukan inventarisasi
permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah
dalam menyiapkan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan
penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem
informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan
pemeliharaan SIMTANAS.
(12) Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(13) Melaksanakan evaluasi dan
menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam menyiapkan bahan
pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan
informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif,
pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(14) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
B.2. Subbidang Bimbingan Komputerisasi.
Subbidang Bimbingan Komputerisasi
mempunyai tugas melakukan penyiapan pemberian pembinaan teknis dan
pemeliharaan komputerisasi, dengan uraian tugas sebagai berikut:
(1) Menyampaikan saran-saran dan
atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang bimbingan dan
penerapan komputerisasi SIMTANAS tentang tindakan yang perlu diambil
dalam penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan
komputerisasi.
(2) Menghimpun dan mempelajari
peraturan perundang-undangan, kebijksanaan, pedoman dan petunjuk teknis
serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya
sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3) Membuat rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan Subbidang Bimbingan Komputerisasi sebagai pedoman
pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4) Mempersiapkan bahan-bahan
dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam penyiapan
pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi.
(5) Mengumpulkan, menghimpun
dan mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan
dengan penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan
komputerisasi.
(6) Melakukan penyiapan
bimbingan teknis komputerisasi dan bimbingan pemeliharaan sistem
jaringan komputerisasi di BPN Pusat, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
(7) Memberikan bimbingan teknis
dalam penerapan standar sistem informasi pertanahan yang mencakup
perangkat lunak, perangkat keras, data dan informasi, serta sumberdaya
manusia pendukung.
(8) Melaksanakan monitoring implementasi pelaksanaan komputerisasi dan pemeliharaan komputerisasi.
(9) Melaksanakan instalasi
aplikasi SIMTANAS berkoordinasi dengan Biro Umum Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia.
(10) Melakukan evaluasi pelaksanaan implementasi komputerisasi yang telah dilaksanakan secara periodik.
(11) Menyiapkan petunjuk teknis dalam rangka pelaksanaan sistem komputerisasi.
(12) Melakukan inventarisasi
permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah
dalam penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan
komputerisasi.
(13) Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(14) Melaksanakan evaluasi dan
menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam penyiapan pemberian
pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi.
(15) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
- C. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas
melakukan urusan ketatausahaan dan rumah tangga pusat, dengan uraian
tugas sebagai berikut :
(1) Menyampaikan saran-saran dan
atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang pengembangan
sistem, data dan informasi pertanahan tentang tindakan yang perlu
diambil dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar
aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(2) Menghimpun dan mempelajari
peraturan perundang-undangan, kebijksanaan, pedoman dan petunjuk teknis
serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya
sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3) Membuat rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi sebagai
pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4) Mempersiapkan bahan-bahan
dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan
bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan
informasi pertanahan.
(5) Mengumpulkan, menghimpun dan
mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan
dengan penyiapan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi,
data dan informasi pertanahan.
(6) Menyiapkan konsep
pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi yang digunakan dalam
pelayanan pertanahan ke pemerintah/ Government to Government (G2G), ke
kalangan Bisnis/Government to Bussines (G2B), ke Masyarakat/Government
to Civil (G2C) dalam mendukung e-government.
(7) Menyiapkan konsep
pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi SIMTANAS yang
digunakan dalam pelayanan pertanahan ke internal BPN (BPN Pusat, Kantor
Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota).
(8) Menyiapkan konsep pembangunan standar data tekstual dan spasial dan informasi pertanahan.
(9) Menyiapkan konsep
pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi software berkoordinasi
dengan instansi lain dalam membangun e-government.
(10) Menyiapkan konsep standar dan format informasi dalam rangka pelayanan pertanahan online.
(11) Melakukan inventarisasi
permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah
dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi,
data dan informasi pertanahan.
(12) Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(13) Melaksanakan evaluasi dan
menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam menyiapkan bahan analisa
dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(14) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
II.3. LANDASAN HUKUM
Peraturan dan pedoman kerja yang mengatur
tentang Tugas Pokok dan Fungsi PUSDATIN Badan Pertanahan Nasional RI
adalah sebagai berikut:
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2006, tanggal 16 Mei 2006, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Subbagian, Seksi dan Subbidang di
Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, tanggal 21 April 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Undang undang ini banyak memberikan terobosan-terobosan hukum yang
berkaitan dengan pemanfaatan data elektronik, prosedur transaksi
elektronik dan keamanan dan legalitas data melalui tandatangan
elektronik (digital signature);
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik;
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Kewajiban Penyelenggara
Pemerintah dalam Pemenuhan Hak Rakyat di Bidang Pelayanan Publik;
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
- Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan;
10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009, tanggal 11 Mei 2009,
tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
11. Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasional
Pengaturan dan Pelayanan.
II.4. IDENTIFIKASI MASALAH
Komputerisasi Kantor Pertanahan (Land
Office Computerization) adalah kegiatan kerjasama Pemerintah Republik
Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Spanyol di bidang teknologi
informatika di lingkungan Badan Pertanahan Nasional yang sudah dimulai
sejak 1997 sampai sekarang dengan melakukan komputerisasi dengan sistem
digital dalam pendataan tanah melalui proyek LOC.
Kantor Pertanahan Jakarta Pusat merupakan
kantor percontohan yang melaksanakan proyek komputerisasi melalui
(Local Office Computerization) LOC Phase II-A sejak tanggal 28 Oktober
2002. Kendala utama pada awal pelaksanaan LOC adalah sumberdaya manusia,
karena hanya sekitar 40 % karyawan saja yang pada awalnya mampu
mengoperasikan komputer, namun berangkat dari komitmen yang tinggi dan
pemahaman cukup atas manfaat komputerisasi, kendala tersebut secara
bertahap dapat diatasi. Untuk menunjang pelayanan kepada masyarakat,
diupayakan untuk mengoptimalkan aplikasi LOC yang tersedia, didukung
dengan perangkat KIOS-K, sistem antrian modern Q-Matic. Terobosan lain
yaitu melakukan pembangunan database sekaligus upaya pengamanan data
pertanahan melalui digitasi warkah dengan biaya sendiri.
Peranan pemanfaatan IT dalam menunjang sistem pelayanan, antara lain :
Terbangunnya Basisdata pertanahan baik data tekstual maupun data spasial;
Memudahkan monitoring dan pelaporan;
Memudahkan pencarian data dan informasi untuk berbagai kepentingan;
Terbangunnya image yang semakin baik dari masyarakat terhadap Kantor Pertanahan.
Permasalahan yang muncul dalam penerapan
Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) secara menyeluruh di setiap
Kantor Pertanahan juga masih memiliki masalah yaitu, terbatasnya daya
listrik operasional Komputer server sehingga menjadi kendala dalam
penerapan teknologi tersebut. Saat ini BPN dalam Hal ini Pusat Data Dan
Informasi Pertanahan (PUSDATIN) berusaha untuk mengatasi masalah
tersebut diatas dengan mengembangkan Sistem Informasi Pertanahan
Nasional (SIMTANAS) dan Sistem Informasi Terpadu (SIMPADU)
berbasis web sehingga akan mengatasi permasalahan penerapan teknologi
informasi pada daerah sekaligus menjadi inovasi terbaru dari BPN untuk
diterapkan diseluruh struktur kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.
Disamping itu yang perlu diperhatikan
adalah masalah keamanan data atau informasi itu sendiri saat sistem
telah berbasis web adalah ketersediaan dan kapasitas Bandwith yang
memadai untuk Penerapan Teknologi Informasi ini tentunya.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dibuat suatu kesimpulan mengenai Pusat Data dan Informasi Pertanahan BPN
RI adalah sebagai berikut:
- Pusat Data Dan Informasi Pertanahan adalah unsur penunjang tugas dan
fungsi BPN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
melalui Sekretaris Utama dan dipimpin oleh Kepala yang selanjutnya
disebut Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan;
- PUSDATIN mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan,
penyajian data dan informasi pertanahan serta membangun dan
mengembangkan sistem informasi pertanahan nasional (SIMTANAS) dan Sistem
Informasi Pertanahan Terpadu (SIMPADU);
- PUSDATIN Badan Pertanahan Nasional RI mempunyai peran yang sangat
strategis untuk menyediakan informasi pertanahan di seluruh Indonesia
secara akurat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan di Pusat Data dan Informasi Pertanahan BPN RI ini adalah sebagai berikut:
- Dalam menjalankan dan mendukung implementasi TIK (Teknologi,
Informasi dan Komunikasi) yang sedang dikembangkan oleh PUSDATIN, maka
diperlukan komitmen dari seluruh jajaran aparat BPN RI baik yang berada
di pusat maupun di daerah. Hal ini dimaksudkan agar realisasi SIMTANAS
(Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional) di Indonesia dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
- Meningkatkan kinerja dan kualitas Sumber Daya Manusia dalam bidang
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam rangka mendukung SIMTANAS dan
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat, cermat, dan
sempurna.
- Menfasilitasi layanan online di tiap Kantor Pertanahan atau Kantor Wilayah secara terintegrasi sehingga proses pemutakhiran (update) data dan informasi mengenai pertanahan di BPN Pusat dapat dilakukan secara lebih efisien dan efektif.
- Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat ataupun
jajaran aparat pemerintah lainnya seluruh Indonesia yang terkait dengan
BPN RI, pada hal Teknologi Informasi dan Komunikasi di bidang
pertanahan.
- Menyediakan satu orang operator khusus untuk menjawab telepon masuk
atau membuat aplikasi sistem otomatis untuk menjawab telepon.
COPYRIGHT : http://thefiveteeners.wordpress.com/
OPTIMALISASI KINERJA LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi Tanah)
1. Strategi Pelaksanaan Rencana Aksi Perkaban No.18 Tahun 2009.
Sebagai langkah antisipatif dalam
rangka pelaksanaan LARASITA berdasarkan Perkaban 18/2009, pada tahun
2008, Kantor Pertanahan Kota Bandung melakukan uji coba dengan
mengadakan layanan “Jemput Bola”
sekaligus sebagai sosialisasi awal LARASITA, dengan mekanisme layanan
sedemikian rupa disesuaikan dengan pola LARASITA, dimana Petugas BPN
mendatangi langsung masyarakat pelanggan melalui koordinasi dengan pihak
kelurahan setempat memberikan pelayanan pertanahan Pendaftaran
Pertamakali TMA (Pengakuan Hak), sehingga masyarakat pelanggan tidak
perlu datang ke kantor pertanahan (statis), melainkan cukup menunggu di
lokasi kelurahan dan setelah selesai Petugas menyerahkan langsung
sertipikat HAT nya kepada masyarakat pemilik tanah.
Pada 16 Desember 2008 (Launching Larasita oleh Bapak Presiden RI),
Kantor Pertanahan Kota Bandung menerima perangkat utama dan perangkat
pendukung LARASITA, berupa 1 (satu) unit mobil dilengkapi seperangkat
Tehnologi Informasi (IT) dan 2 (dua) unit motor, dimana dalam Pidato
Bapak Presiden SBY menyatakan slogan Larasita, yaitu : “LARASITA, MENJANGKAU YANG TIDAK TERJANGKAU”.
Mencermati maksud dan tujuan dari slogan LARASITA tersebut, Kantor
Pertanahan Kota Bandung berupaya untuk menemukan makna dari “ke-tidak terjangkau-an” dimaksud, hal ini penting dilakukan, karena apabila makna “ke-tidak terjangkau-an” itu hanya ditinjau dari “aspek geografis”
saja, maka pelaksanaan LARASITA di wilayah perkotaan dapat saja menjadi
kurang efektif, dikarenakan jarak tempuh yang terjangkau dan
sarana/prasarana transportasi di perkotaan yang pada umumnya telah
memadai. Dengan perkataan lain bahwa “aspek geografis”
bukanlah kendala utama bagi masyarakat perkotaan untuk memperoleh
layanan pertanahan dengan mendatangi langsung kantor-kantor pertanahan
(statis), selain itu bahwa tinjauan “aspek geografis” ternyata tidak berbanding lurus dengan
fakta yang ada di kantor-kantor pertanahan wilayah perkotaan, dimana
sejak tahun 1960 sampai dengan saat ini masih saja menyisakan
bidang-bidang tanah yang belum terdaftar.
2. Strategi Pelaksanaan Rencana Aksi atas Rekomendasi BPK tentang pelaksanaan LARASITA.
Perlunya menemukan jawaban makna “ke-tidak terjangkau-an” itu, harus juga didasarkan pada
pemahaman bahwa penyelenggaraan sarana dan prasarana LARASITA di
seluruh wilayah Indonesia telah menggunakan anggaran pemerintah pusat
(APBN), maka sudah selayaknya seluruh anggota masyarakat utamanya
“masyarakat kebanyakan” di seluruh Indonesia dapat menikmati manfaat
keberadaan LARASITA tanpa dikotomi antara wilayah pedesaan maupun
perkotaan. Dengan demikian, hal itu dapat menjawab rekomendasi BPK
tentang Pelaksanaan LARASITA.
3. Strategi Pelaksanaan Rencana Aksi LARASITA.
Dalam menetapkan strategi untuk melaksanakan LARASITA, Kantor
Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung selain melakukan upaya-upaya
tertentu, juga berupaya untuk menemukan makna “ke-tidak terjangkau-an” dalam slogan “LARASITA, MENJANGKAU YANG TIDAK TERJANGKAU”.
LARASITA
Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung dalam perjalanannya ternyata
menemukan masalah-masalah atau kendala-kendala dari berbagai aspek
lainnya (diluar aspek geografis tersebut diatas), dan Kepala Kantor
Pertanahan Kota Bandung beserta jajarannya berupaya mengatasi hal itu.
Sehingga dengan keberadaan LARASITA, hal-hal yang selama ini tidak dapat
terjangkau menjadi dapat terjangkau.
Masalah-masalah
atau kendala-kendala dimaksud, ditinjau dari berbagai aspek lainnya
(diluar aspek geografis), adalah sebagai berikut :
3.1.Aspek Teknis Internal
LARASITA
adalah Kantor Pertanahan Bergerak (sebagai Front Office), yang dalam
memberikan pelayanan pertanahan langsung berhadapan dengan masyarakat
pengguna layanan, sedangkan proses penyelesaiannya melibatkan
seksi-seksi tehnis (back-office) di kantor (statis), selanjutnya apabila
telah selesai sertipikat HAT nya diserahkan oleh Pelaksana LARASITA
melalui mobil Larasita langsung kepada masyarakat pengguna layanan.
Berarti ada 2 (dua) kegiatan layanan yang masing-masing dilakukan oleh
Pelaksana tehnis yang berbeda, yaitu :
3.1.1. Pelaksana Operasional LARASITA di lapangan (front office) dengan tugas dan kewenangannya sesuai Perkaban 18/2009.
3.1.2. Pelaksana Teknis (proses di back office), sesuai Tupoksi dan kewenangannya berdasarkan ketentuan pertanahan yang berlaku.
Dalam
hal ini, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung beserta jajarannya
terlebih dahulu menyatukan persepsi atau pemahaman yang sama antara
Pelaksana Operasional LARASITA sebagai Front Office di lapangan dengan
seksi-seksi tehnis sebagai pelaksana di Back Office, berkaitan dengan
mekanisme maupun persyaratan tehnis/yuridis dalam memberikan layanan
pertanahan melalui LARASITA.
Hal
ini menjadi sangat penting, manakala masyarakat membutuhkan
suatu kepastian dalam memperoleh pelayanan pertanahan dan itu tidak
menjadi bumerang atau blunder bagi Pelaksana di lapangan.
Dengan
keberadaan LARASITA, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung beserta
jajarannya, berupaya untuk menjangkau atau mengatasi masalah tersebut
melalui penyatuan persepsi atau pemahaman mengenai LARASITA.
Dengan demikian hal-hal yang selama ini mungkin dirasakan sulit atau engggan dilakukan, seperti melakukan konsolidasi internal (antar seksi-seksi tehnis) yang
dipimpin oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung, dengan adanya
LARASITA hal itu menjadi dapat terjangkau atau dapat dilakukan.
Selanjutnya
dengan adanya satu persepsi atau pemahaaman yang sama untuk suatu
kepastian dalam pelayanan publik di bidang pertanahan melalui LARASITA,
akhirnya Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung menemukan motto
LARASITA, yaitu :
"SATUKAN PEMAHAMAN UNTUK SATU KEPASTIAN"
3.2.Aspek Koordinatif Eksternal
Sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendafataran
Tanah, bahwa tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala
Kantor Pertanahan. Akan tetapi, dalam memberikan pelayanan publik di
bidang pertanahan, baik secara langsung maupun tidak langsung akan
melibatkan instansi terkait lainnya, seperti Walikota beserta jajarannya
(Sekda, Camat/PPATs dan Lurah) serta PPAT/Notaris.
Masalah koordinasi merupakan
suatu hal yang mutlak dilakukan oleh kantor pertanahan, guna
menyatukan persepsi atau pemahaman yang sama, dalam memberikan pelayanan
publik di bidang pertanahan. Koordinasi juga bisa dilakukan dalam
rangka penyampaian program-program dan kebijakan pertanahan baik yang
sifatnya nasional maupun yang khusus dilakukan di Kantor Pertanahan Kota
Bandung.
Dalam
rangka memberikan pelayanan publik dibidang pertanahan, sebaiknya harus
ada satu persepsi atau pemahaman yang sama antara kantor pertanahan
dengan instansi terkait lainnya, karena pelayanan pertanahan kepada
masyarakat harus "satu garis lurus",
agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang sama, sehingga semua
layanan pertanahan menjadi lebih jelas dan tidak membingungkan.
Dengan
keberadaan LARASITA, Bapak Walikota Bandung telah memerintahkan kepada
seluruh Camat beserta jajarannya (para Lurah) agar mendukung kelancaran
program Larasita, sesuai dengan suratnya No.594.3/SE.063-Pem.Um tanggal
23 Jui 2009.
Selanjutnya
Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung berupaya mengimplementasikan
koordinasi yang baik dengan Pemerintah Kota Bandung, dimana Bapak
Walikota dan Wakil Walikota Bandung beserta Bapak Kakanwil BPN
Provinsin Jawa Barat, berkenan menghadiri acara Launching Layanan
Interaktif Teleconference LARASITA pada 18 Nopember 2011 di lapangan
KPAD Bandung. Dalam pidatonya, Bapak Walikota Bandung menjanjikan akan
memberikan hibah 1 (satu) unit mobil LARASITA beserta perangkat
pendukungnya, yang akan direalisasikan pada Tahun Anggaran 2012 ini.
3.3.Antusiasme Publik (Masyarakat)
3.3.1. Aspek Psikologis
Secara
psikologis, ditemukan beberapa alasan mengapa masyarakat enggan untuk
datang langsung ke kantor pertanahan (statis), guna memperoleh layanan
pertanahan, yaitu :
a. Adanya
sebagian masyarakat yang membayangkan dalam benak pikirannya, bahwa
pengurusan sertipikat tanah itu berbelit-belit, sehingga mereka
ketakutan jangan-jangan tanah mereka ternyata tidak bisa didaftar dengan
sebab-sebab yang bahkan tidak diketahui secara jelas.
b. Adanya
sebagian masyarakat yang membayangkan dalam benak pikirannya, bahwa
pengurusan sertipikat tanah itu mahal, sehingga mereka ketakutan
jangan-jangan uangnya tidak cukup.
c. Adanya sebagian masyarakat yang membayangkan dalam benak pikirannya, bahwa pengurusan sertipikat tanah itu lama, sehingga mereka ketakutan jangan-jangan persyaratan yang harus dipenuhi terlalu sulit.
d. Belum
lagi membayangkan petugas-petugas yang bakal dihadapinya, jangan-jangan
petugas akan melempar persoalannya kesana-kemari atau di ping-pong.
e. Ada juga sebagian masyarakat yang trauma, dikarenakan
pernah tertipu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dimana
masyarakat telah menyerahkan bukti-bukti pemilikannya beserta biaya yang
diperlukan namun ternyata sertipikatnya tak kunjung selesai, bahkan
yang lebih mengenaskan lagi, berkas data-data kepemilikannya pun tidak
kunjung kembali.
Dari alasan-alasan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa
hambatan psikologis akan dapat diatasi dengan penyebaran informasi yang
akurat tentang pelayanan pertanahan. Selama ini, masyarakat hanya
mendapatkan informasi tentang layanan pertanahan sampai pada level
kedetilan tertentu saja, dimana level kedetilan yang lebih mendasar
disimpan atau dibiaskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Informasi
yang sebelumnya hanya bisa dijangkau sampai kedetilan yang terbatas
saja atau informasi yang tidak jelas yang diberikan pihak-pihak
tertentu, dengan keberadaan LARASITA, informasi yang diperoleh
masyarakat menjadi jelas dan bisa diakses seluas-luasnya sampai pada
tingkat kedetilan yang seharusnya.
3.3.2. Aspek Formalitas
Dari
aspek formalitas, ternyata masyarakat juga memiliki kendala yang
menyebabkan enggan untuk datang langsung ke kantor pertanahan (statis),
guna memperoleh layanan pertanahan. Bagi “ masyarakat kebanyakan “
ditengarai merasa kurang nyaman dengan hal-hal formal. Misalnya, untuk
datang ke kantor pertanahan (statis) harus dengan berpakaian rapih dan
bersepatu, belum lagi harus memahami istilah-istilah formal di kantor,
seperti: Pengakuan Hak, Penegasan Hak, Konversi, Peralihan Hak, Roya
atau Hak Tanggungan dan lain-lain.
Dengan
keberadaan LARASITA, masyarakat dapat menggunakan layanan pertanahan
dengan leluasa dan lepas dari hal-hal formal. Dengan LARASITA,
masyarakat dapat mengakses informasi layanan pertanahan dengan nyaman
meskipun mengenakan kaos/celana pendek dan sendal jepit, tidak perlu
berdandan atau ke salon. Lebih dari itu, masyarakat dapat leluasa dengan
gaya dan bahasa yang dianut oleh budayanya, berkomunikasi dengan
petugas LARASITA seputar pertanahan.
3.3.3. Aspek Sosial dan Ekonomi
Adanya
sebagian masyarakat di perkotaan, akibat laju pembangunan gedung-gedung
bertingkat sebagai sarana perkantoran, perniagaan, perhotelan dll,
mengakibatkan masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah-kebawah menjadi
ter-marginal-kan.
Masalah yang mungkin banyak dihadapi masyarakat marginal maupun miskin perkotaan,
adalah mahalnya biaya pengurusan untuk melengkapi persyaratan
pendaftaran tanah, seperti pembuatan akta dan lain sebagainya.
Dengan pelayanan yang mendekatkan langsung ke masyarakat, Petugas LARASITA dapat melakukan pendampingan dan akses reform (penataan akses) untuk mencarikan solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat marginal maupun miskin perkotaan tersebut, melalui “approach sistem” dengan pihak-pihak yang berwenang untuk itu.
Kepala Kantor Pertanahan juga melakukan koordinasi dengan Walikota beserta jajarannya (Camat selaku PPATS dan Lurah), untuk satu persepsi atau pemahaman dalam menyikapi masalah yang dihadapi masyarakat marginal dan miskin perkotaan, sehingga mereka dapat memperoleh kemudahan dalam pengurusan sertipikat tanahnya.
3.3.4. Aspek Kesadaran Masyarakat
Adanya
sebagian masyarakat perkotaan yang masih rendah pemahamannya mengenai
arti pentingnya sertipikat tanah sebagai bukti kepemilikan yang sah atas
tanah, yang menjamin kepastian hukum hak atas tanahnya, serta dapat
dijadikan sebagai jaminan pinjaman/permodalan (nilai ekonomis).
Selain
itu, terdapat juga sebagian masyarakat, yang enggan mendaftarkan
tanahnya untuk disertipikatkan, karena mereka memang tidak begitu
merasakan manfaat sertipikat tanah dan membandingkan antara manfaatnya
dengan usaha untuk memperoleh sertipikat tanah itu, tidak sepadan.
Rendahnya
pengetahuan masyarakat mengenai aturan dan persyaratan
perolehan/pemilikan tanah-tanah yang telah bersertipikat, dimana hampir
selalu ditemukan dalam pelaksanaan LARASITA bahwa masyarakat hanya
memiliki bukti perolehan tanah yang telah bersertipikat berdasarkan
kwitansi atau segel atau surat dibawah tangan, yang seharusnya dibuatkan
dalam bentuk Akta yang dibuat oleh PPAT. Kenyataan ini tentunya sangat
memprihatinkan dan rentan menimbulkan permasalahan tanah dikemudian
hari.
Dengan
keberadaan LARASITA dilapangan, masyarakat dapat secara terus-menerus
diberikan pencerahan dan informasi langsung mengenai arti pentingnya
sertipikat tanah dan aturan atau syarat-syarat perolehan tanah
bersertipikat.
Kepada
masyarakat juga disampaikan hal-hal tentang kekuatan hukum dan
keuntungan-keuntungan atas tanah yang telah bersertipikat dengan tanah
yang belum bersertipikat. Dengan demikian, diharapkan hal itu dapat
menumbuhkan tingkat kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya dan
membuat bukti perolehan tanah secara benar dalam bentuk akta melalui
PPAT.
3.3.5. Aspek Fisik Masyarakat
Undang-Undang
Pokok Agraria, menjamin adanya keadilan bagi seluruh masyarakat
berkaitan dengan pemilikan tanah, sehingga pelayanan pertanahan tidak
boleh diskriminatif, termasuk memberikan pelayanan pertanahan kepada
masyarakat yang cacat fisik.
Bagi
masyarakat yang keadaan fisiknya baik (normal), tentu tidak mempunyai
masalah yang berarti untuk memperoleh layanan pertanahan di kantor
pertanahan statis. Sebaliknya bagi masyarakat tertentu yang memiliki
kekurangan secara fisik, seperti penderita stroke, tuna-netra, penderita authise dll),
hal itu menjadi masalah. Mereka enggan (malu) untuk mendatangi kantor
pertanahan statis dalam mengurus hak kepemilikan tanahnya, padahal
sejatinya mereka juga berhak memperoleh layanan pertanahan.
Dengan
keberadaan LARASITA, dapat menjangkau layanan pertanahan bagi
masyarakat yang kurang beruntung tersebut, seperti : penderita stroke,
tuna-netra dan penderita authies.
3.4.Aspek Ekonomi
Adalah
menjadi tugas Pemerintah (BPN-RI) untk melakukan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Indonesia dan percepatan pendaftaran bidang-bidang
tanah telah dilakukan, baik melalui PRONA, AJUDIKASI dan lain-lain.
Namun anggaran pemerintah (APBN) sangatlah terbatas, oleh karena itu
dengan keberadaan LARASITA Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung
diharapkan dapat berkontribusi nyata dalam percepatan pendaftaran
bidang-bidang tanah yang belum terdaftar, yaitu sekitar 85.000 bidang
(15 %).
Berdasarkan
data dan kenyataan dilapangan bahwa pada umumnya bidang-bidang tanah
tersebut berada dipemukiman padat atau dimiliki oleh masyarakat
kebanyakan yang secara ekonomi terkendala dalam memperoleh akses
pelayanan pertanahan, oleh karena itu LARASITA Kantor Pertanahan
(Bergerak) Kota Bandung berupaya menjangkau masyarakat pelanggan yang
demikian itu.
3.5.Aspek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Sebagaimana
diketahui, bahwa kantor-kantor pertanahan kabupaten/kota mempunyai
beban tugas atas target pencapaian PNBP, dengan keberadaan LARASITA
diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai kontributor dalam
meningkatkan PNBP, antara lain untuk jenis layanan pengukuran,
pemeriksaan tanah panitia “A” dan pendaftaran.
3.6.Aspek Pemanfaatan
LARASITA
sebagai kantor pertanahan bergerak yang dalam pelaksanaannya senantiasa
berhadapan langsung dengan warga masyarakat umum, maka dalam
prakteknya, LARASITA Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung, selain
melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam Perkaban 18/2009, juga
dimanfaatkan sebagai sarana untuk men-sosialisasi-kan tentang
program-program kegiatan pertanahan lainnya, antara lain : Sosialisasi
PRONA dan Sertipikasi Tanah UKM (Usaha Kecil dan Mikro).
Dari uraian tersebut diatas, bahwa pemaknaan “ke-tidakterjangkau-an” yang dimaksud dalam slogan “Larasita, Menjangkau Yang Tidak Terjangkau”,
yang diamanatkan Bapak Presiden RI, telah dipahami dan dijadikan
sebagai bahan kajian atau pertimbangan yang mendalam, oleh
LARASITA-Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung, sehingga hal itu
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan LARASITA dengan baik.
Dengan
pelaksanaan LARASITA-Kantor Pertanahan (Bergerak) secara menyeluruh,
tentunya hal itu sangat didambakan, baik oleh Pemerintah (Pusat) maupun
oleh masyarakat pengguna layanan (utamanya masyarakat “kebanyakan”), sehingga dapat mengatasi masalah-masalah dari berbagai aspek tersebut diatas, dan menjadikan LARASITA sebagai solusi dari permasalahan itu, sebagaimana makna yang terkandung dalam slogan LARASITA, MENJANGKAU YANG TIDAK TERJANGKAU.
Pada
akhirnya, dengan pelaksanaan LARASITA secara menyeluruh di Indonesia,
dengan berbagai inovasi yang disesuaikan pada keadaan dan kebutuhan
daerah masing-masing, tentu akan memberikan kontribusi positif bagi penilaian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sehingga mendukung aquntabilitas pelayanan publik dibidang pertanahan melalui LARASITA BPN-RI.
http://kot-bandung.bpn.go.id/Propinsi/Jawa-Barat/Kota-Bandung/Artikel/Optimalisasi-Kinerja-Larasita.aspx