Kamis, 28 Juni 2012

STUDI TENTANG PROSEDUR PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KAB BONE



A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia akan terjadi suatu siklus hidup dimana  manusia akan mengalami  berbagai peristiwa penting di dalam hidupnya. Siklus hidup, pengalaman dan peristiwa penting itu antara lain adalah kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan berbagai peristiwa penting lainnya. Peristiwa-peristiwa penting tersebut perlu dilakukan pencatatan karena sangat mempengaruhi pengalaman hidup setiap manusia dan apabila peristiwa itu terjadi pasti akan selalu membawa akibat hukum bagi orang yang bersangkutan maupun bagi masyarakat di sekitarnya. Mengingat begitu pentingnya peristiwa-peristiwa tersebut, maka demi terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur serta demi terjaminnya kepastian hukum, maka diperlukan suatu peraturan untuk mengaturnya. Peraturan yang dimaksud tersebut adalah peraturan dibidang pencatatan sipil yang dilaksanakan oleh lembaga pencatatan sipil yaitu Kantor Catatan Sipil. Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang hidupnya. Misalnya anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki pendidikan. Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan status anak. Banyak manfaat yang membawa akibat hukum bagi diri seseorang. Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah muhkrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang. Catatan Sipil merupakan suatu catatan yang menyangkut  kedudukan hukum seseorang.   Bahwa untuk dapat dijadikan dasar kepastian hukum seseorang maka data atau catatan peristiwa penting seseorang,  seperti  :  perkawinan, perceraian, kelahiran, kematian, pengakuan anak dan pengesyahan anak,  perlu didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil, oleh karena Kantor Catatan Sipil adalah suatu lembaga resmi Pemerintah yang menangani hal-hal seperti di atas. yang sengaja diadakan oleh Pemerintah, dan bertugas untuk mencatat, mendaftarkan serta membukukan selengkap mungkin setiap peristiwa penting bagi status keperdataan seseorang. Seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang memiliki aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang outentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka kedudukan hukum seseorang menjadi tegas dan jelas. Dalam rangka memperoleh atau mendapatkan kepastian kedudukan hukum seseorang, perlu adanya bukti bukti outentik yang sifat bukti itu dapat dipedomani untuk membuktikan tentang kedudukan hukumnya. Sampai saat ini di Indonesia belum ada peraturan tentang pencatatan sipil itu sendiri, karena itu sampai sekarang di Indonesia masih mempergunakan peraturan tentang pencatatan sipil peninggalan Kolonial Belanda. Yang sebenarnya sudah tidak sesuai atau kurang sesuai lagi dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Sebab di dalam peraturan peninggalan Kolonial Belanda tersebut masih bersifat Ras Diskriminasi atau masih membeda-bedakan harkat dan martabat kemanusiaan. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kantor Burgerlijk Stand (Kantor Catatan Sipil) bertugas mencatat keadaan penduduk dari segi kelahiran, perkawinan dan kematian. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda mewajibkan semua warga golongan eropa mendaftarkan diri atas peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian (Staatblad 1849 No.25). Melalui upaya ini pemerintah Hindia Belanda dapat mengetahui secara pasti berapa banyak orang Eropa dan berapa pertambahannya. Dengan berlandaskan kepada daftar yang diperoleh melalui Burgerlijk Stand ini, Pemerintah Hindia Belanda secara mudah menyiapkan segala keperluan sejak dari masalah sandang, pangan sampai dengan papan serta kepentingan umum lainnya, sehingga nampak sekali golongan ini lebih sejahtera dibandingkan dengan golongan lainnya. Pada waktu itu penduduk Indonesia terbagi menjadi beberapa golongan. Sebagai konsekuensinya, peraturan dalam bidang catatan sipil yang berlaku bagi masing-masing golongan penduduk itu tidak sama. Atau dengan kata lain masing-masing golongan penduduk memiliki peraturan catatan sipil sendiri-sendiri. Hal ini menimbulkan kesan adanya diskriminasi di kalangan masyarakat, yang dapat berakibat terhambatnya pelaksanaan pencatatan sipil di Indonesia. Peraturan-peraturan yang berlaku bagi ke tiga golongan tersebut adalah :
1.      Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan golongan Eropa, diatur di dalam Staatblad 1849 No. 25 yang diundangkan tanggal 10 Mei 1849.
2.      Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Cina dan Keturunannya, diatur dalam Staatblad 1917 No. 130 jo Staatblad 1919 No. 81 yang diundangkan tanggal 1 mei 1919.
3.      Reglement Catatan Sipil bagi orang Indonesia, yang diatur dalam Staatblad 1920 No. 751 jo Staatblad 1927 No. 564 yang diundangkan tanggal 15 Oktober 1920.
4.      Reglement Catatan Sipil bagi orang atau Bangsa Indonesia yang beragama Kristen dan tinggal di wilayah Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda kecuali pulau-pulau Teun, Nila dan Serupa yang diatur dalam Staatblad 1933 No. 75 jo Staatblad 1936 No. 607.
Sampai sekarang pemerintah Republik Indonesia belum membuat suatu Undang-Undang atau peraturan yang secara khusus mengatur tentang pencatatan sipil yang bersifat nasional agar tidak terjadi diskriminasi. Pada tahun 1966 untuk mengatasi adanya ras diskriminasi akibat adanya penggolongan penduduk tersebut, Pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang berupa Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/In/12/1966. Intruksi tersebut secara singkat mengatur tentang pencatatan sipil yang diantaranya menyatakan bahwa pencatatan sipil adalah terbuka untuk umum di seluruh wilayah Indonesia dan ras diskriminasi atau penggolongan penduduk dinyatakan tidak berlaku lagi atau dinyatakan dihapus. Penduduk Indonesia hanya dibedakan menjadi dua, yaitu Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing saja. Di Surakarta sendiri telah diatur tentang kewajiban setiap penduduk untuk memiliki akta catatan sipil. Dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Daerah  Kota Surakarta Nomor 6 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Akta Catatan Sipil dijelaskan bahwa setiap penduduk  wajib memiliki akta catatan sipil. Jadi sebagai warga negara yang baik, kita wajib mentaatinya.Sampai saat ini masih banyak penduduk yang mengabaikan atau kurang paham akan pentingnya akta catatan sipil. Akta catatan sipil yang paling banyak diabaikan adalah akta kematian. Padahal akta kematian tidak kalah pentingnya dengan akta-akta  catatan sipil yang lain. Selain itu masyarakat juga cenderung malas untuk mengurus prosedur penerbitannya. Banyak di antara mereka yang beranggapan bahwa mengurus prosedur untuk penerbitan akta-akta catatan sipil sulit, sehingga tidak jarang dari mereka yang hendak mengurus prosedur penerbitan akta catatan sipil menggunakan jasa “Calo”. Padahal jika dikaji sebenarnya prosedur penerbitan akta catatan sipil tidaklah sulit. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta sebagai lembaga pemerintah mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik di bidang kependudukan dan akta catatan sipil di Kota Surakarta. Khusus di bidang catatan sipil mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan dalam bidang pencatatan kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, pengakuan dan pengesahan anak. Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dan mengingat akan maksud serta  tujuan  dari penulis di atas, maka penulis berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan judul  ”STUDI TENTANG PROSEDUR PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA SURAKARTA”.

B. Perumusan Masalah
1.      Bagaimana prosedur penerbitan akta catatan sipil (akta kelahiran, akta kematian, akta perkawinan, akta perceraian, akta pengakuan dan pengesahan anak) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta ?
2.      Hambatan atau permasalahan apa yang dihadapi dalam penerbitan akta catatan sipil di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta dan bagaimana solusinya ?


MATERI

Proses Penerbitan Akta Kelahiran Anak Luar Kawin di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Jombang.


Udia Wati


Abstrak



ABSTRAK



Wati, Udia. 2012. Proses Penerbitan Akta Kelahiran Anak Luar Kawin di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Jombang. Skripsi, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Pembimbing : (I) Dr. M. Yudhi Batubara, S.H., M.H, (II) Drs. Kt. Diara Astawa. S.H., M.Si.



Kata kunci : Penerbitan akta, akta kelahiran, anak luar kawin, catatan sipil.



Setiap kelahiran perlu memiliki bukti tertulis dan otentik karena dapat membuktikan identitas seseorang dengan pasti dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Asal-usul seseorang dapat dilihat pada akta kelahiran yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan akta tersebut yaitu Dinas pendaftaran penduduk dan catatan sipil. Di Jombang Tingkat pengetahuan masyarakat akan pentingnya akta kelahiran dirasa kurang menyeluruh, hal ini dibuktikan masih banyaknya masyarakat kabupaten Jombang melalui program dispensasi pelayanan pencatatan akta kelahiran ada yang belum mempunyai akta kelahiran baik akta kelahiran anak sah dan anak di luar kawin. Permasalahan yang dikaji adalam penelitian ini adalah (1). Apakah syarat-syarat yang dibutuhkan dalam dalam proses penerbitan akta kelahiran anak luar kawin? (2). Bagaimana proses pelayanan penerbitan akta kelahiran anak luar kawin di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Jombang? (3). Apakah hambatan yang muncul dalam proses penerbitan akta kelahiran anak luar kawin dan bagaimana cara penyelesaiannya? (4). Apakah fungsi akta kelahiran anak luar kawin bagi kehidupan orang yang bersangkutan?.

Penelitian ini bertujuan untuk (1). Untuk mengetahui syarat apa saja yang dibutuhkan dalam penerbitan akta anak luar kawin (2). Untuk mengetahui pelayanan proses penerbitan akta kelahiran khusus di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Jombang (3). Untuk mengetahui hambatan dan cara penyelesaian dalam proses penerbitan akta kelahiran anak luar kawin (4).Untuk mengetahui fungsi akta kelahiran anak luar kawin bagi kehidupan pribadi yang bersangkutan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Lokasi dalam penelitian ini adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jombang. Sumber data dalam penelitian ini adalah Ibu Sri Kuntari, Ibu Sri Winarsih, Ibu Tatik Sri Berdikariwati, Bapak Beny Iskandar, Bapak Bonasir, peristiwa dan dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Prosedur analisis data menggunakan model interaktif Milles dan Huberman.

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dolumentasi. Data ini dikumpulkan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akta kelahiran merupakan bukti otentik dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Proses penerbitan akta kelahiran anak luar kawin sama seperti anak sah pada umunya. Hambatan dalam penerbitan akta kelahiran adalah kurangnya syarat dari pemohon sehingga dalam proses penerbitan akta mengalami sedikit kendala, cara penyelesaiannya adalah pemeriksaan berkas dari pemohon lebih teliti sehingga penerbitan akta berjalan dengan lancar.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) Syarat-syarat yang dibutuhkan dalam pengurusan akta kelahiran anak luar kawin itu sama saja dengan persyaratan anak sah, yang membedakan adalah dalam syarat anak luar kawin pemohon tidak melampirkan akta nikah melainkan surat keterangan dari desa bahwa pemohon (ibu) tidak pernah menikah sewaktu melahirkan. (2) Proses Pelayanan penerbitan akta kelahirana anak luar kawin perlu meningkatkan upaya sosialisasi pencatatan kelahiran secara menyeluruh melalui program “Jemput Bola”. (3) Hambatan yang muncul dalam pengurusan akta kelahiran anak luar kawin sejauh ini tidak mengalami hambatan yang sangat rumit, akan tetapi masalah yang menjadi hambatan yang paling sering adalah kurangya syarat-syarat yang diajukan oleh pemohon, cara mengatasi agar tidak terjadi kekeliruan dalam proses penerbitan akta kelahiran, maka perlu sebelum ada penerbitan akta tersebut dilakukan pengecekan sekali lagi kelengkapan berkas atau syarat-syarat dari pemohon sebelum akta kelahiaran dientrimoleh petugas. (4) fungsi akta kelahiran anak luar kawin sama halnya dengan funngsi akta kelahiran secara umum, diantaranya adalah sebagai syarat masuk sekolah dasar sampai perguruan tinggi, membuat KTP, SIM, Paspor, mengurus warisan, mengurus lamaran kerja.dll.
Berdasarkan penelitian ini disarankan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Jombang secara berskala perlu mengadakan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai arti pentingnya akta kelahiran. Mengingat akta kelahiran merupakan bukti yang otentik dalam pembuktian, maka setiap masyarakat wajib mendaftarkan atau mencatatkan setiap peristiwa di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Jombang. Kemudian Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Jombang harus lebih aktif dalam meningkatkan pelayanan yang lebih prima kepada masyarakat, perlu ditunjang dengan alokasi pelayanan yang tidak lambat dan efisien sehingga jelas tepat waktunya sesuai alur sistem yang sudah ada.


STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP)

DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
KABUPATEN PINRANG
PENERBITAN KARTU TANDA PENDUDUK (KTP)
1.    TUJUAN
Memberikan petunjuk mengenai prosedur penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP)

2.    RUANG LINGKUP
Ruang lingkup prosedur ini meliputi syarat-syarat yang diperlukan dalam pelayanan hingga terbitnya Kartu Tanda Penduduk (KTP)

3.    REFERENSI
3.1.1.      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN  2006 Tentang Administrasi Kependudukan
3.1.2.      PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25 TAHUN 2008
        Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil
3.1.3.      PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan  Sipil di Daerah.
3.1.4.      PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2005
        Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)
3.1.5.      PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NO.28 TAHUN 2011 Tentang Retribusi Penggantian biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil

4.    DEFINISI
No
Istilah/Singkatan
Penjelasan
1




2





3







4





5












6








7




Penduduk




Penduduk





Warga Negara Indonesia






Instansi Pelaksana





Petugas Registrasi












Kartu Tanda Penduduk (KTP)




Kartu Tanda Penduduk (KTP)




Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. (UU RI No. 23 Tahun 2006) dan (Peraturan Presiden RI No. 25 Tahun 2008)

Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang masuk secara sah serta bertempat tinggal di wilayah Indonesia sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005)

Orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara Indonesia. (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005), (UU RI No. 23 Tahun 2006) dan (Peraturan Presiden RI No. 25 Tahun 2008)

Perangkat Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dan berwenang dalam urusan Administrasi (UU RI No. 23 Tahun 2006) dan (Peraturan Presiden RI No. 25 Tahun 2008)

Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting serta pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di Desa/Kelurahan. (UU RI No. 23 Tahun 2006) dan (Peraturan Presiden RI No. 25 Tahun 2008)






Identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah NKRI. (Peraturan Presiden RI No. 25 Tahun 2008)


Alat bukti diri sebagai legitimasi penduduk yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang yang dibedakan atas KTP bagi WNI maupun WNA Tinggal Tetap yang berlaku di seluruh wilayah NKRI (Perda Kab. Pinrang No. 6 Tahun 2005)





5.    URAIAN PROSEDUR
5.1.       Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru
Penerbitan KTP baru bagi penduduk warga Negara Indonesia dilakukan setelah memenuhi syarat sebagai berikut :
a.         Telah berusia 17 (tujuh belas ) tahun atau sudah kawin atau pernah kawin
b.        Surat Pengantar RT/RW dan Kepala Desa/Lurah
c.         Foto Copy :
1.    KK;
2.    Kutipan Akta Nikah/Akta Kawin bagi penduduk yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun;
3.    Kutipan Akta Kelahiran;
4.    Pas Foto berukuran 2x3 cm dengan ketentuan 70 % tampak wajah dan dapat mengenakan jilbab.
     Penduduk yang lahir pada tahun ganjil, latar belakang pas foto berwarna merah.
     Penduduk yang lahir pada tahun genap, latar belakang pas foto berwarna biru.

5.1.1. Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk baru di Desa/Kelurahan
a.         Penduduk mengisi dan menandatangani formulir permohonan KTP warga Negara Indonesia (F-1.07);
b.        Petugas registrasi mencatat dalam Buku Harian Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
c.         Petugas registrasi melakukan verifikasi dan validasi data penduduk;
d.        Kepala Desa/Lurah menandatangani formulir permohonan KTP;
e.         Kepala Desa/Lurah/Petugas Registrasi meneruskan berkas formulir permohonan KTP kepada penduduk untuk disampaikan kepada Camat.

5.1.2. Proses Penerbitan atau Perubahan Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru di Kecamatan
a.         Petugas melakukan verifikasi dan validasi data penduduk;
b.        Camat menandatangani formulir permohonan KTP;
c.         Petugas menyampaikan formulir permohonan KTP yang dilengkapi dengan kelengkapan berkas persyaratan kepada Instansi Pelaksana (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil).

5.1.3. Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru di Instansi Pelaksana
a.         Petugas melakukan perekaman data ke dalam data base Kependudukan;
b.        Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menerbitkan dan menandatangani KTP.

5.2.       Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena hilang atau rusak
5.2.1.      Meminta Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian;
5.2.2.      Melampirkan KTP yang rusak bagi penggantian KTP yang rusak;
5.2.3.      Foto Copy KK;
5.2.4.      Petugas pada Instansi Pelaksana menerbitkan KTP penggantiaan dan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menandatangani KTP penggantian.

5.3.       Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena perpanjangan
5.3.1.      Melampirkan KTP lama;
5.3.2.      Foto Copy KK;
5.3.3.      Petugas pada Instansi Pelaksana menerbitkan KTP perpanjangan dan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menandatangani KTP perpanjangan.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN (STUDI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BONE)

PELAKSANAAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN (STUDI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BONE)
A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Baik sebagai sumber hidup maupun sebagai wadah secara pembangunan fisik untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Lebih-lebih di Indonesia yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sekitar pertanian. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan suatu keluarga. Selain itu, tanah juga selalu digunakan untuk berbagai kegiatan manusia, seperti tempat tinggal, mendirikan bangunan, bahkan sampai manusia meninggal dunia membutuhkan tanah.
Adanya hubungan yang erat antara manusia dengan tanah, karena tanah merupakan tempat berpijak dan melakukan kelangsungan hidup sehari-hari. Maka manusia berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan karena tanah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia. Untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat seperti yang diinginkan bangsa Indonesia, maka permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan, pemilikan penguasaaan dan peralihan hak atas tanah memerlukan perhatian yang khusus dalam peraturan perundangan.
Menyadari semakin meluasnya aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang dan semakin bertambahnya penduduk dan kebutuhan manusia akan tanah menyebabkan kedudukan tanah yang sangat penting terutama dalam penguasaan, penggunaannya dan kepemilikannya. Khususnya hal ini semakin majunya aktivitas ekonomi, maka banyak tanah yang tersangkut di dalamnya, meluasnya aktivitas itu yang umumnya berupa bertambah banyaknya jual beli, sewa menyewa, pewarisan, pemberian kredit bahkan juga timbulnya hubungan hukum dengan orang atau badan hukum asing.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedudukan dan peranan hak atas  tanah dalam masyarakat Indonesia sangatlah penting. Karena pentingnya kedudukan dan peranan tanah maka sering menimbulkan masalah. Seperti halnya mendirikan bangunan perumahan di kawasan sabuk hijau, pemilikan tanah secara absente, adanya sertifikat ganda. Oleh karenanya upaya dalam mengatasi permasalahan di bidang pertanahan yaitu dengan jalan memberikan jaminan hukum dan kepastian hak dalam bidang pertanahan dan agraria.
Jaminan kepastian hukum mengenai penguasaan atau peralihan hak-hak atas tanah oleh seseorang, yang diperoleh dari warisan merupakan perpindahan suatu hak atas tanah kepada orang lain. Yang dimaksudkan dari peneliti disini adalah kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh dari pewaris kepada ahli waris. Maka perpindahan hak atas berarti subyek hak yaitu pewaris dan ahli waris, perlu dilaksanakan pendaftaran peralihan hak untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah warisan khususnya pada peralihan hak atas tanah warisan perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, khususnya diatur dalam Undang-undang Pokok  Agraria (UUPA).
Landasan dasar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk menyusun politik hukum serta kebijaksanaan di bidang pertanahan yang telah tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
 Ketentuan ini dijabarkan dalam Undang-undang Pokok Agraria pasal 2 yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang tekandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) dan Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 pasal 2 di atas, maka ada 2 hal penting yang merupakan negara mempunyai kekuasaan atas tanah. Selanjutnya apabila hal ini dikaitkan dengan asas-asas perikemanusiaan dan keadilan sosial di dalam Pancasila akan diperoleh suatu pengertian mengenai hubungan antara negara dengan tanah yang dimasukkan dalam kekuasaan negara pada umumnya mengenai aturan yang bersangkutan dengan hidup bersama.
Atas dasar itu agar pelaksanaan peralihan penguasaan hak dari negara atau masyarakat atas tanah di Indonesia tidak menimbulkan berbagai masalah atau sengketa mengenai kepentingan-kepentingan terhadap tanah, maka diperlukan adanya pengaturan yang tegas dan landasan hukum yang kuat di bidang pertanahan. Sesuai dengan sifat-sifat dari ketentuan di atas masalah agraria menjadi tugas dari pemerintah pusat. Adanya wewenang dan tugas yang dimiliki pemerintah mengenai masalah agraria ini memberikan konsekuensi bahwa pemerintah pusat harus menyusun kebijaksanaan dalam rangka menyusun politik hukum di bidang agraria. Kebijaksanaan yang dimaksud adalah Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang berisi mengenai Inventarisasi tanah-tanah di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pasal 19 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah. Adapun yang bertugas untuk melakukan pendaftaran peralihan hak yang ada sekarang ini ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional.
Dengan melihat ketentuan pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria tersebut, pendaftaran hak atas tanah sangat penting, sebab tanah yang telah didaftarkan akan mendapatkan Surat Tanda Bukti Pemilikan Tanah yang disebut sertipikat. Sertipikat ini merupakan hak atas tanah yang mempunyai kekuatan dan kepastian hukum yang tetap. Sertipikat tanah yang diberikan itu akan memberikan arti dan peranan penting bagi pemegang hak yang bersangkutan yang berfungsi sebagai alat bukti atas tanah, terutama jika terjadi persengketaan terhadap tanah. Salah satu pelayanan yang diberikan Kantor Pertanahan Kabupaten Bone kepada masyarakat di bidang pertanahan adalah pencatatan peralihan hak terus menerus berusaha memberikan informasi agar tahap-tahap
pelaksanaan kegiatan baik yang menyangkut dari aspek teknis, administrasi dan yuridis dapat berjalan dengan baik, lancar dan memuaskan. Namun demikian dalam kenyataannya masih banyak warga Kabupaten Bone yang dalam melakukan peralihan hak atas tanah belum didaftarkan peralihannya ke pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah warisan di Kantor Pertanahan Kabupaten Bone.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena warisan di Kantor Pertanahan Kabupaten Bone?
2.  Apa kendala yang menghambat pelaksanaan peralihan hak atas tanah karena warisan di Kantor Pertanahan Kabupaten Bone?

DESKRIPTIF KINERJA BPN DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH PADA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KAB. BONE TAHUN 2012






A. Latar Belakang
Manusia dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat, sangat alami dan tidak terpisahkan. Hal ini dapat dimengerti dan dipahami, karena tanah adalah merupakan tempat tinggal, tempat pemberi makan, tempat mereka dilahirkan, tempat ia dimakamkan, bahkan tempat leluhurnya. Maka selalu adanya pasangan antara manusia dengan tanah, antara masyarakat dengan tanah. Di tengah masyarakat hukum etnis Jawa terkenal filosofi yang menyatakan “sedumuk batuk senyari bumi, yen perlu ditohi pati” (biar sejengkal tanah miliknya bila perlu dipertahankan sampai mati). Masyarakat Hukum etnis Batak menyatakan tanah itu adalah “ulos na soboi maribak” atau “ulos na sora buruk” (kain yang tidak akan sobek atau lapuk) yang benar-benar sangat dibutuhkan manusia, apalagi filosofi itu tumbuh pada saat kebanyakan anggota masyarakat masih menggunakan kulit dan daun kayu yang dijadikan sebagai penutup auratnya. Semua aktivitas masyarakat hukum etnis Batak ditujukan sebagaimana tergambar dalam semboyan “hulului anak, hulului tano” (berusaha mendapat anak dan mendapat tanah). Menurut Mr. B. Ter Haar Bzn, mengenai hubungan masyarakat dengan tanah, membagi hubungan antara masyarakat dengan tanah baik keluar maupun kedalam, dan hubungan perseorangan dengan tanah. Berdasarkan atas berlakunya ke luar maka masyarakat sebagai kesatuan, berkuasa memungut hasil dari tanah, dan menolak lain-lain orang diluar masyarakat tersebut berbuat sedemikian itu, sebagai kesatuan juga bertanggungjawab terhadap orang-orang luaran masyarakat itu. Hak masyarakat atas tanah disebut “Hak yasan komunaal”, dan oleh Van Vollenhoven diberi nama “beschikkingsrecht”. Beschikkingsrecht yaitu teori tentang hak menguasai tanah yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven (beliau banyak menulis tentang persekutuan­persekutuan masyarakat adat di Nusantara). Menurut pandangannya, hak-hak atas tanah yang dipegang oleh masyarakat adat dan anggota-anggotanya adalah hak menguasai tanah, sebab mereka tidak mempunyai hak milik. Konsep dan pandangan teori ini diangkat sebagai pengertian hak ulayat. Sedangkan Hak Ulayat sendiri diadopsi dari bahasa Minangkabau, artinya hak menguasai atas suatu lingkungan tanah yang dipegang oleh kepala persekutuan. Hak atas tanah mempunyai peranan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 Lembaran Negara 1960 No. 104 telah menentukan bahwa tanah-tanah di seluruh Indonesia harus diinventarisasikan. Sesuai Pasal 19 (1) UUPA No. 5/ 1960 berbunyi: “ Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Ketentuan­ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP No. 10 tahun 1961 (L.N. 1961 No. 28 tentang Pendaftaran Tanah). Pendaftaran tanah yang bersifat rechts kadaster bertujuan untuk menjamin tertib hukum dan kepastian hak atas tanah. Setelah keluarnya Keppres No. 26 tahun 1988 (dan terakhir menjadi Keppres No. 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang ditetapkan pada tanggal 31 Mei 2003), bahwa Direktur Jenderal Agraria yang bernaung di kementerian Dalam Negeri diangkat statusnya menjadi Badan Pertanahan Nasional yang diawasi oleh seorang Kepala Badan yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden dan hingga sekarang sejak tahun 1992 telah pula dibuat Menteri Negara Agraria / KBPN yang mengurusi masalah pertanahan di Indonesia. Dalam Negara Kesatuan RI satu-satunya lembaga atau institusi yang sampai saat ini diberikan kewenangan (kepercayaan) untuk mengemban amanah dalam mengelola bidang pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI). Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Oleh karena itu, maka BPN-RI ke depan harus mampu memegang kendali perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, kebijakan teknis, perencanaan dan program, penyelenggaraan pelayanan administrasi pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah, penatagunaan tanah, reformasi agraria, penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, termasuk pemberdayaan masyarakat. Bahkan Institusi/lembaga ini salah satu misi nya adalah melakukan pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan. Menyangkut pada permasalahan Pendaftaran Tanah, sudah seharusnya Badan Pertanahan Nasional RI melakukan kebijakan. Sekelompok rakyat telah berani mengklaim hak orang lain menjadi haknya, sementara hukum agraria dianggap atau diperlakukan lemah untuk dilaksanakan atau bahkan tidak dilaksanakan sehingga dituding belum mampu mewujudkan seluruh tuntutan yang diinginkan rakyat dalam mengatur dan mengayomi hak-hak atas tanahnya. Akhirnya muncullah tuntutan atau keinginan rakyat untuk memperoleh tanah yang kadang-kadang tanpa dasar hukum (alas hak) atau tanpa prosedur hukum. Soal status tanah ditinjau dari sudut hukum belum/ tidak merupakan problem bagi mereka. Malah bila mendengar hukum, mereka seolah membayangkan hal-hal negatif, seperti perampasan hak milik, polisi, jaksa, hakim, pengacara, penjara dan semuanya itu mereka tanggapi sebagai sesuatu yang menakutkan dan dirasakan semata-mata permainan orang pintar/ terpelajar yang penuh manipulasi. Ini bisa saja terjadi berdasarkan dari apa yang pernah mereka dengar dan lihat di media cetak dan elektronik. Akan tetapi kinerja BPN juga menjadi topik yang dibahas hampir setiap surat kabar dan media elektronik selain selalu memberitakan hal-hal yang menyangkut sengketa pertanahan yang berujung pada penyelesaian di muka pengadilan. Mulai dari penyerobotan hak atas tanah, sertifikat palsu dan sertifikat ganda juga pada keragu-raguan masyarakat terhadap kinerja BPN. Eksistensi Badan Pertanahan Nasional dapat dikaitkan dengan dinamika bangsa yang berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya dalam bidang pendaftaran tanah demi menjamin kepastian hukum. Secara spesifik, melalui tulisan ini, saya ingin memfokuskan pembahasan kepada sosok Lembaga Pemerintah Non Departemen ini yakni BPN. Oleh karena itu saya akan mengadakan penelitian tentang “Kinerja BPN dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah demi menjamin kepastian hukum hak atas tanah” dan menuangkannya dalam bentuk skripsi ini dengan harapan bahwa tulisan ini dapat berguna serta ada tindak lanjut dari berbagai pihak yang tentunya bila permasalahan ini tidak dapat diatasi berarti keinginan UUPA dalam hal menciptakan tertib hukum, tertib administrasi dan tertib kepemilikan dan penggunaan tanah sudah sangat jauh dari apa yang diharapkan.



B. Perumusan Masalah
1.        Bagaimanakah kinerja BPN Provinsi Sumatera Utara dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di wilayah Provinsi Sumatera Utara?
2.        Apakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut?
3.    Bagaimanakah upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut?



KINERJA BPN PROV SUMUT DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH PELAKSANAAN KONSOLIDASI TANAH PERKOTAAN SECARA SWADAYA DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN


KINERJA BPN PROV SUMUT DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH
PELAKSANAAN KONSOLIDASI TANAH PERKOTAAN SECARA SWADAYA DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN (Studi Kasus di Desa Nambangan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri)
Pelaksanaan Pensertifikatan Tanah Melalui Proyek Operasi Nasional Agraria ( Prona ) di Kelurahan Cipinang Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur
Pemberian Hak Atas Tanah Jabatan ( Tanah Adat ) di Desa Jatisampurna Kecamatan Jatisampurna
A. Latar Belakang
Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan salah karunia Tuhan Yang Maha esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian, bahkan tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan dari semenjak manusia lahir hingga manusia meninggal dunia. Manusia hidup dan berkembang biak serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah. Olehnya itu tanah persoalan tanah ini perlu ditata dan dibuatkan perencanaan dengan hati-hati dan penuh kearifan.

Tanah yang merupakan bagian dari bumi menurut konsep UUPA dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah. Menurut Aminuddin Salle dan kawan-kawan, bahwa pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Demikian juga beraspek privat dan beraspek publik. Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar 1945 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, sedangkan secara subtansial, kewenangan pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan terutama dalam hal lalu lintas tanah, didasarkan pada ketentuan pasal 2 ayat (2) UUPA yakni dalam hal kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah termasuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai hukum. Pengaturan dalam hal hubungan- hubungan hukum dalam pemberian dan penetapan hak-hak atas tanah jelas telah merupakan wewenang Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah (untuk saat ini pengemban wewenang tersebut adalah Badan Pertanahan Nasional) dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Olehnya itu jelas pemberian atau penetapan hak atas tanah hanay dapat dilakukan oleh Negara melalui pemerintah (dalam hal ini dilakukan oleh instansi Badan Pertanahan Nasional RI), untuk itu pemerian jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya merupakan salah satu tujuan pokok UUPA yang sudah tidak bisa di tawarlagi, sehingga Undang-Undang mengintruksikan kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia yang bersifat rechtskadaster yang bertujuan menjamin kepastiaan hukum dan kepastian haknya. Dengan demikian diberikan kewenangan kepada pemegang hak atas tanah untuk memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya. Namun pada kenyataannya, sehingga saat ini pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat diwujudkan sepenuhnya, bahkan disebutkan jumlah bidang tanah yang sudah didaftarkan buru sekitar 31 % dar 85 juta bidang tanah di Indonesia.
Oleh karna itu, tidak mengherankan bila permasalahan di bidang pertanahan yang muncul dari hak atas tanah akan semakin banyak dan semakin beragam, karna terkadang belum terdaftar ataupun sudah terdaftar akan tetapi masih menyimpan, Pengakuan kepemilikan tanah yang dikonkretkan dengan Sertifikat sejak lama terjadi pada zaman kekhalifahan turki usmani sebagaimana dituangkan dalam pasal 1737 kitab undang-undang Hukum Perdata islam . Demikian juga dinegara lainnya seperti inggris, Sertifikat merupakan pengakuan hak-hak atas tanah seseorang yang diatur dalam Undang-undang pendaftaran tanah(Land Rgistrations Act 1925) .
Di Indonesia, Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah , yang kini telah dicabut dan ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 .
Salah satu alat bukti hak atas tanah adalah Sertifikat, Sertifikat merupakan Alat bukti yang kuat dan autentik Kekuatan Sertifikat Merupakan jaminan Kepastian hukum bagi pemegang Sertifikat sebagai alat bukti yang sempurna sepanjang tidak ada pihak lawan yang membuktikan sebaliknya. Seorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah serta keadaan dari tanah itu, misalnya luas, batas-batas, bangunan yang ada, jenis haknya beserta beban-beban yang ada pada hak atas tanah itu, dan sebagainya .
Akan tetapi seiring dengan tingginya nilai dan manfaat tanah, banyak orang yang berupaya memperoleh bukti kepemilikan tanah dengan memiliki sertifikat palsu, dimana data yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan 6yang ada pada buku tanah. Jumlah sertifikat palsu cukup banyak, sehingga menimbulkan kerawanan. Umumnya sertifikat palsu dibuat pada tanah yang masih losong dan mempunyai nilai tinggi yang menggunakan blangko sertifikat lama. Pemalsuan sertifikat terjadi karna tidak didasarkan pada alas hak yang benar, seperti penerbitan sertifikat yang tidak didasarkan pada alas hak yang benar, Seperti penerbitan sertifikat yang didasarkan pada surat keterangan pemilikan yang dipalsukan.bentuk lainnya berupa stempel BPN dan pemalsuan data pertanahan.
Adapun sertifikat ganda yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu sertifikat, karna itu membawa akibat ketidakpastian hukum pemegang hak-hak atas tanah yang sangat tidak diharapkan dalampendaftaran tanah di Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis sangat tertarik untuk menulis tentang sertifikat tanah. Untuk memperoleh pengetahuan dan pendalaman yang lebih lanjut mengenai hal tersebut, maka penulis memilih judul: “SERTIFIKAT GANDA HAK ATAS TANAH” (studi Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar)


B. Rumusan Masalah
Dari latar belakan masalah di atas dapatlah penulis mengambil kesimpulan untuk membuat suatu rumusan masalah sebagai bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu :
1. Bagaimanakah ketentuan hukum terhadap surat-surat hak atas tanah?
2. Sejauhmanakah pelaksanaan peraturan hukum atas pelanggaran surat-surat tanah (sertifikat ganda)di PTUN Makassar?



C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kekeliruan terhadap pengertian yang sebenarnya dari judul skripsi ini, maka penulis menjelaskan beberapa kata dalam judul ini.
‘Sertifikat’ adalah Surat atau keterangan berupa pernyataan tertulis atau tercetak dari orang atau instansi yang berwenang sebagai bukti suatu kejadian secara otentik.
‘Ganda’ adalah Menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti lipat atau rangkap (tentang hitungan).
‘Hak’ adalah Kekuasaan untuk berbuat menurut hukum.
‘Tanah’ adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diluar sekali, keadaan bumi disuatu tempat, permukaan bumi yang diberi batas daratan.
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana dan perdata yang dapat diberikan kepada Instansi maupun pemilik sertifikat mengenai masalah sertifikat ganda hak atas tanah

D. Kajian Pustaka
“Sertifikat Hak Atas Tanah”, Andrian Sutedi, SH.,MH., buku ini menjelaskan mengenai apakah tujuan dikeluarkannya sertifikat hak atas tanah yang telah sesuai dengan maksud dan tujuan dari para pembuat undang-undang dan bagaimana tinjauan kekuatanyuridis hak atas tanah dalam sistim pendaftaran tanah di Indonesia.
“Hukum Pertanahan”. Ali Achmad Chomzah, Buku ini menjelaskan mengenai Konsep dasar hukum pertanahan dan pengaturannya serta seluk-beluk pengaturan hak-hak atas tanah dan permasalahannya kemudian mengidentifikasi potensi sengketa dibidang pertanahan dan alternatif penyelesaiannya.
“Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya”. Soni Harsono, Buku ini menjelaskan tentang kegunaan sertifikat atas tanah serta akibat yang timbul di dalam sertifikat.
“Bahan Ajar Hukum Agraria,” Aminuddin Salle dan kawan-kawan. adalah Buku ini menjelaskan mengenai pengertian tentang Sejarah tanah dan fungsinya.
“Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi” Prof. DR. Mhd. Yamin Lubis, SH., MS.,CN. & Abd. Rahim Lubis, SH., M.Kn. buku ini menjelaskan mengenai pengelolaan pertanahan sesuai dengan aturan hukum sehingga memberikan kepastian hukum sekaligus menyelesaikan masalah pertanahan serta pemahaman dari segi konsepsi-filosofis dan praktisi-oprasional berkenaan dengan hukum pendaftaran tanah di Indonesia.

E. Metodologi Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kota Makassar, yaitu khususnya di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar.
b. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) jenis data yaitu data primer dan data sekunder, sebagai berikut :
a) Data Primer adalah data yang diperoleh dari penelitian lapangan melalui observasi, pengedaran koesioner kepada sejumlah responden, dan melakukan wawancara secara langsung kepada informan yang terkait dengan penelitian ini.
b) Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil kajian pustaka, jurnal, dokumen – dokumen dan lain – lain yang erat kaitannya dengan objek penelitian ini.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari :
a) Penelitian lapangan (field research) yaitu data yang diperoleh langsung melalui pengamatan secara cermat kemudian melakukan wawancara dengan pihak Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar;
b) Penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan jalan menelusuri atau menelaah informasi atau bahan-bahan dan buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian ini.
c. Teknik Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Observasi dilakukan secara langsung pada Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, melakukan pencatatan secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan masalah penelitian ini.
2. Wawancara (interview) adalah melakukan wawancara secara langsung terhadap informen yaitu Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, serta hakim para dewan hakim yang menangani perkara-perkara Sertifikat ganda hak atas tanah, serta para pihak yang terlibat dalam penanganan masalah Sertifikat ganda hak atas tanah.
3. Studi dokumentasi yaitu mempelajari kasus-kasus yang terkait dengan penulis kaji.
d. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan ataupun studi pustaka akan dianalisis dengan menggunakan studi analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif untuk mengetahui tanggapan para pihak yang terlibat dalam sengketa Sertifikat ganda hak atas tanah di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar.

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah serta perumusan tersebut diatas maka tujuan dari penelitian ini :
1. Untuk mengkaji ketentuan hukum terhadap sertifikat ganda hak atas tanah.Untuk mengetahui penyebab timbulnya sertifikat ganda
2. Untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya sertifikat ganda hak atas tanah.
3. mengetahui Pertanggungjawaban terhadap instansi maupun pemegang sertifikat ganda.
4. Untuk mengetahui tata cara penyelesaian sertifikat ganda dan penerbitan sertifikat yang benar.
Diharapkan penelitian yang penulis lakukan ini mempunyai manfaat bukan hanya bagi penulis saja, akan tetapi diharapkan juga berguna bagi pihak-pihak lain.
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau masukan mengenai Masalah Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah.
b. Diharapkan dapat menambah literature dan bahan-bahan informasi, mengingat semakin banyaknya kasus-kasus Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah.
2. Manfaat Praktis.
a. dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang berkepentingan terkait Masalah Sertifikat ganda hak atas tanah.
b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Masyarakat untuk tidak terlalu ceroboh membuat Sertifikat hak atas tanah.



G. Sistematika Penulisan
Sebagai gambaran singkat materi skripsi nantinya, penulis menguraikan sistematika penulisannya melalui proposal penelitian ini, sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi, tinjauan umum terhadap sertifikat, tinjauan Hak atas tanah.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini akan dipaparkan mengenai lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini akan menjawab perumusan masalah yang penulis lakukan, yang terdiri dari Instrumen pokok penerbitan sertifikat hak atas tanah, fungsi sertifikat hak atas tanah, kendala penerbitan sertifikat hak atas tanah, keberlakuan sertifikat hak atas tanah, kepastian hukum sertifikat atas tanah sebagai bukti kepemilikan, pembatalan mengenai sertifikat hak atas tanah, upaya pencegahan sengketa sertifikat oleh badan pertanahan nasional,


Bab V Penutup
Bab ini merupakan bab yang terakhir, yang berisi kesimpulan dan sekaligus diajuakan saran yang dianggap perlu.




















DAFTAR PUSTAKA
H.Bagindo Syarifuddin, SH., DR.-ING. M. Yamin Jinca, M. Said Nisar, SH.,LL.M., 1996 ”Seminar Mobilisasi Tertib Pertanahan Dalam PJP II” Kantor Wilayah B.P.N. Sulawesi Selatan.
Prof. DR. Mhd. Yamin Lubis, SH., MS., CN. & Abd. Rahim Lubis, SH., M.Kn. “Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi”, CV. Mandar Maju.
Aminuddin Salle dan kawan-kawan, 2010 “Bahan Ajar Hukum Agraria”, AS Publishing: Makassar.
Adrian Sutedi,S.H.,M.H. 2011 “Sertifikat Hak Atas tanah”, Sinar grafika.
Ali Achmad Chomzah, 2002 “Hukum Pertanahan”, Cetakan Pertama, (Jakarta:Prestasi Pustaka ).
Soni Harsono, 9 Juli 1992 ”Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya”, Seminar nasional, Yogyakarta.
Drs. Sudarsono, SH.,M.Si. Kamus Hukum Edisi Terbaru, Rineka Cipta, Jakarta,
Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kemus Lengkap Baha Indonesia, Difa Publisher.
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum edisi lengkap, Aneka Ilmu, Semarang.



BAHAN MATERI :
  1. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
  2. Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.
  3. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.
  4. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
  5. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA.
  6. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.
  7. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
  8. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
  9. Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.
  10. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
  11. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
  12. Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.
  13. Titik dasar teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.
  14. Peta dasar pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang tanah.
  15. Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.
  16. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistim penomoran.
  17. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.
  18. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu.
  19. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
  20. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
  21. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan.
  22. Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan.
  23. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
  24. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
LANJUT.......
BPN dalam melaksanakan amanat UUPA didukung oleh kelengkapan instrumen kelembagaan yang terdisi dari 5 kedeputian, setiap kedeputian membawahi direktorat sesuai dengan wilayah kerja masing masing. Kedeputian tersebut antara lain adalah:
1. Deputi survei, Pengukuran dan Pemetaan (Deputi I), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Survei potensi tanah
b. Direktorat Pemetaan Dasar
c. Direktorat Pemetaan Tematik
d. Direktorat Pengukuran Dasar
2. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (Deputi II), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Pendaftaran Hak dan Tanah Guna Ruang
b. Direktorat Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah
c. Direktorat Penetapan Batas Bidang Tanah dan Ruang
d. Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah
3. Deputi Pengaturan dan Penataan Pertanahan (Deputi III), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu
b. Direktorat Konsolidasi Tanah
c. Direktorat Landreform
d. Direktorat Penatagunaan Tanah
4. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat (Deputi IV), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan
b. Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Terlantar dan Kritis
c. Direktorat Pengendalian Kebijakan dan Program Pertanahan
5. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (deputi V), membawahi direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Perkara Pertanahan
b. Direktorat Sengketa Pertanahan
c. Direktorat Konflik Pertanahan
Dari lima kedeputian tersebut yang melaksanakan tugas teknis terkait dengan tugas pokok dan fungsi BPN adalah kedeputian I sampai dengan kedeputian IV, sedangkan deputi V
menjalankan tugasnya setelah semua kegiatan teknis telah dikerjakan, jika dalam tugasnya terjadi permasalahan, baik itu disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal maka Deputi V akan menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi menyangkut semua aspek pertanahan yang berpotensi terhadap konflik, sengketa maupun perkara.
Badan Pertanahan Nasional merupakan perwujudan dari Undang-Undang Pokok Agraria, amanah yang diberikan UUPA kepada BPN yaitu mengatur Penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sehingga memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan rakyat, berkontribusi menciptakan keadilan, memastikan ketersediaan tanah untuk generasi yang akan datang dan menciptakan kehidupan yang harmonis dengan menyelesaikan segala sengketa dan konflik di tanah air. Oleh karena itu setiap unit kerja termasuk kedeputian yang membawahi direktorat dalam menjalankan tugasnya harus mengacu pada pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang pokok agraria sebagai pedoman dasar.
A. Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan (Deputi I)
Berdasarkan peraturan presiden no 10 tahun 2006 tentang badan pertanahan nasional Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan merupakan unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang survey, pengukuran dan pemetaan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala, adapun fungsi dari kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang survey, pengukuran dan pemetaan
b. Pelaksanaan survey dan pemetaan tematik
c. Pelaksanaan pengukuran dasar nasional
d. Pelaksanaan pemetaan pertanahan
Pasal-pasal dalam UUPA yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal 19 khususnya ayat 2 yang mengatur tentang salah satu kegiatan pendaftaran meliputi pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan, memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan Deputi Bidang Hak tanah dan pendaftaran tanah. Survei, Pengukuran dan Pemetaan merupakan salah satu rangkaian proses dalam melakukan pendaftaran tanah, dimana pendaftaran tanah dilakukan untuk menjamin kepastian hukum antara orang atau badan hukum terhadap tanah
B. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah merupakan unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala, adapun fungsi dari kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah
b. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah
c. Inventarisasi dan penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik Negara/daerah
d. Pelaksanaan pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah, pemerintah daerah, organisasi sosial keagamaan, dan kepentingan umum lainnya
e. Penetapan batas, pengukuran dan perpetaan bidang tanah serta pembukuan tanah
f. Pembinaan teknis pejabat pembuat akta tanah, surveyor berlisensi dan lembaga penilai tanah
Pasal-pasal dalam uupa yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal 2 ayat 2 poin b dan c yang mengatur hubungan hukum antara orang dengan tanah dan antara orang dengan perbuatan hukum yang mengenai tanah
2. Pasal 3 yang menjelaskan tentang hak ulayat
3. Pasal 4 yang mennagtur tentang hak atas permukaan bumi atau yang disebut tanah kepada orang-orang baik sendiri atau bersama-sama serat badan hukum, dimana hak tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah tersebut untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu.
4. Pasal 16 yang menyebutkan jenis-jenis hak atas tanah seperti yang disebutkan dalam pasal 4
5. Pasal 19 yang menjelaskan bahwa pendaftaran tanah merupakan suatu keharusan demi menjamin kepastian hukum atas tanah.
6. Pasal 20, dalam pasal ini disebutkan sifat-sifat Hak Milik yang m,embedakannya dengan hak-hak yang lain, Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh yang dimiliki seseorang atas tanah.
7. Pasal 21 menjelaskan tentang, peruntukan Hak Milik adalah hanya untuk warga negara Indonesia dan Badan Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.
8. Pasal 22 menjelaskan tentang terjadinya Hak Milik menurut hukum adat
9. Pasal 23 mengatur tentang peralihan atau hapusnya Hak Milik atas tanah harys didaftarkan.
10. Pasal 24 mengatur tentang penggunaan tanah-milik oleh bukan pemiliknya
11. Pasal 25 mengatur tentang Hak Milik sebagai hak tanggungan
12. Pasal 26 mengatur tentang jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat, dan perbuatan- perbuatan lain terhadap Hak Milik
13. Pasal 27 mengatur tentang Penyebab Hak Milik menjadi hapus
14. Pasal 28 mengatur tentang sifat-sifat Hak Guna Usaha
15. Pasal 29 mengatur tentang jangka waktu yang diberikan untuk Hak Guna Usaha dan diperbolehkannya untuk memperpanjang jangka waktu HGU
16. Pasal 30 mengatur tentang yang mempunyai hak guna usaha
17. Pasal 31 mengatur tentang Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah
18. Pasal 32 mengatur setiap peralihan dan penghapusan HGU harus didaftarkan
19. Pasal 33 mengatur HGU sebagai hak tanggungan
20. Pasal 34 mengatur tentang penyebab HGU menjadi hapus
21. Pasal 35 mengatur tentang sifat-sifat dari Hak Guna Bangunan
22. Pasal 36 mengatur tentang siapa saja yang berhak memiliki Hak Guna Bangunan
23. Pasal 37 mengatur tentang keadaan yang menyebabkan HGB bisa terjadi
24. Pasal 38 mengatur tentang setiap peralihan dan penghapusan HGB harus didaftarkan
25. Pasal 39 mengatur tentang HGB sebagai hak tanggungan
26. Pasal 40 mengatur tentang penyebab HGB menjadi hapus
27. Pasal 41 mengatur tentang sifat-sifat dari Hak Pakai
28. Pasal 42 mengatur tentang siapa saja yang dapat mempunyai hak pakai
29. Pasal 43 mengatur tentang Pengalihan Hak Pakai
30. Pasal 44 mengatur tentang sifat-sifat dari Hak Sewa untuk Bangunan
31. Pasal 45 mengatur tentang siapa saja yang dapat menjadi pemegang Hak Sewa
32. Pasal 49 mengatur tentang hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
Kedeputian ini memainkan peranan dalam Hukum Pertanahan, hal ini mencakup mengenai tugas legalisasi aset yang berupa tanah. Pendaftaran tanah dilakukan untuk mempertegas dan menjamin status hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan tanah yang didaftarkannya.
C. Deputi Pengaturan dan penataan pertanahan
Deputi Pengaturan dan penataan pertanahan merupakan unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang Pengaturan dan penataan pertanahan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala, adapun fungsi dari kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pengaturan dan penataan pertanahan
b. Penyiapan peruntukan, persediaan, pemeliharaan, dan penggunaan tanah
c. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah serta pemanfaatan dan penggunan lahan
d. Pelaksanaan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya
Pasal-pasal dalam UUPA yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal 2 ayat 2 poin a yang mengatur tentang hak menguasai negara meliputi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Pasal 7 yang mengatur tentang tidak diperbolehkannya pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas
3. Pasal 10 yang mengatur tentang kewajiban mengerjakan atau mengusahakan tanah pertaniannya sendiri secara aktif
4. Pasal 11 mengatur tentang hubungan hukum antara orang termasuk badan hukum dengan tanah untuk mencegah pemilikan dan penguasaan yang melampaui batas
5. Pasal 13 mengatur tentang kewenangan pemerintah dalam mengatur usaha-usaha agraria dalam rangka meningkatkan kemakmuran rakyat.
6. Pasal 14 mengatur tentang tugas pemerintah untuk membuat rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa, dimana BPN khususnya deputi III mengatur tentang tanah
Kedeputian ini memainkan peranan dalam politik pertanahan, hal ini mencakup mengenai perencanaan peruntukan tanah sesuai dengan keadaan dan potensi tanah sehingga terwujudnya keseimbangan yang sesuai dengan kebutuhan antara wilayah pemukiman, wilayah pertanian, wilayah industri, wilayah perdagangan dan wilayah-wilayah lain dalam rangka penyiapan peruntukan, persediaan, pemeliharaan, dan penggunaan tanah yang ideal
D. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat
Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat merupakan unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala, adapun fungsi dari kedeputian ini antara lain:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat
b. Pelaksanaan pengendalian kebijakan, perencanaan dan program penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
c. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan
d. Evaluasi dan pemantauan penyediaan tanah untuk berbagai kepentingan
Pasal-pasal dalam UUPA yang menjadi acuan tugas dari kedeputian ini, Berdasarkan fungsi diatas adalah:
1. Pasal 6 mengatur bahwa setiap tanah memiliki fungsi sosial, jadi tanah tidak dibenarkan dalam penggunaan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi, apalagi sampai mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Secara tidak langsung melarang pemegang hak untuk menelantarkan tanah
2. Pasal 12 mengatur tentang pengusahaan tanah untuk kepentingan bersama
3. Pasal 13 mengatur tentang kewenangan pemerintah dalam mengatur usaha-usaha agraria dalam rangka meningkatkan kemakmuran rakyat.
4. Pasal 15 mengatur tentang kewajiban untuk memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya ataupun membiarkan tanah menjadi terlantar
5. Pasal 27 mengatur tentang Penyebab Hak Milik menjadi hapus yang salah satunya disebabkan oleh tanah yang diterlantarkan
6. Pasal 34 mengatur tentang penyebab HGU menjadi hapus yang salah satunya disebabkan oleh tanah yang diterlantarkan
7. Pasal 40 mengatur tentang penyebab HGB menjadi hapus yang salah satunya disebabkan oleh tanah yang diterlantarkan
Kedeputian ini memainkan peranan dalam ekonomi pertanahan, hal ini meliputi peran BPN dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan juga dalam mewujudkan program prioritas bpn yang mengamanatkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Di kedeputian ini khususnya direktorat pemberdayaan masyarakat and kelembagaan memiliki tugas dalam mengupayakan pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan tanah secara optimal.
Selain itu Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat juga melakukan tugas sosial pertanahan, dimana seperti disebutkan dalam UU Pokok Agraria pasal 6 yang menjelaskan bahwa setiap hak atas tanah memiliki fungsi sosial, maka tanah tidak dibenarkan dalam penggunaan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadi, apalagi sampai mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, Secara tidak langsung melarang pemegang hak atas tanah untuk menelantarkan tanah. Deputi ini melalui Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Terlantar dan Kritis bertugas melakukan pengendalian pertanahan dengan cara mengidentifikasi tanah terlantar untuk kemudian diberi peringatan dalam memanfaatkan tanahnya, dan dilakukan eksekusi sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi tanah terlantar tersebut. 

LANJUT......

11 AGENDA KEBIJAKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL R. I


1 Vote

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPN menyelenggarakan fungsi:
  1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.
  2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
  3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).
  4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik.
  5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
  6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
  7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
  8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.
  9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan.
  10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
  11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.
LANJUT......
BAB I  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan hidup dan kehidupan masyarakat serta berlangsungnya proses pembangunan. Paling sedikit ada tiga kebutuhan dasar manusia yang tergantung pada tanah. Pertama, tanah sebagai sumber ekonomi guna menunjang kehidupan. Kedua, tanah sebagai tempat mendirikan rumah untuk tempat tinggal. Ketiga, tanah sebagai kuburan.
Dalam konteks yang demikian maka masalah pertanahan menjadi bersifat multi aspek, baik aspek fisik dan non fisik yang meliputi dimensi hukum, sosial, budaya, ekonomi, politik bahkan keamanan Negara. Untuk itu penanganan sengketa pertanahan secara sistematis dan langsung ke akar masalahnya akan menuntaskan masalah yang sudah ada dan dapat mencegah konflik-konflik baru. Permasalahan yang timbul tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks historis kebijakan pemerintah dalam penanganan penyelesaian sengketa pertanahan.
Pruralisme hukum menjadi semacam “boomerang” bagi penerapan kebijakan pertanahan di Indonesia. Berlakunya dan diakuinya hukum adat dan masih diakuinya hak peniggalan kolonial semakin menimbulkan dampak negatif karena kuantitas terjadinya sengketa pertanahan akibat penafsiran penerapan hukum tersebut semakin meningkat. Hak eigendom, erpacht, dan tanah ulayat  menjadi salah satu penyebab timbulnya sengketa pertanahan di Indonesia. Peninggalan hak bekas  kolonial semakin menimbulkan polemik.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) pada dasarnya  mengatur hal-hal urgen yang  berkaitan dengan pertanahan. Secara teknis UUPA tidak membahas tentang apa dan bagaimana proses penanganan/penyelesaian sengketa pertanahan.  Berawal dari semakin meningkatnya kuantitas terjadinya sengketa pertanahan, maka dianggap perlu suatu peraturan yang komprehensif membahas tentang pembagian, proses, dan penanganan sengketa pertanahan.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap berabagai persoalan yang berkaitan dengan pertanahan di Indonesia melalui unit kerja Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan merumuskan suatu kebijakan berupa pembentukan Petunjuk Teknis Penyelesain Permasalahan Pertanahan, yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 34 Tahun 2007.
Direktorat sengketa pertanahan yang merupakan bagian dari Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa Pertanahan mempunyai peranan yang besar terhadap proses penanganan maupun penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyelesain Permasalahan Pertanahan, Direktorat Sengketa Pertanahan tidak hanya berperan  sebagai mediator, tetapi juga berperan dalam penelusuran dan anlisis fakta hukum serta administartif status bidang tanah yang bermasalah dan menimbulkan sengketa tersebut. Untuk itu perlu pemahaman lebih mendalam tentang Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Sengketa Pertanahan pada umumnya, serta proses penanganan sengketa pertanahan khususnya. Sehingga salah satu agenda prioritas BPN yaitu menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis dapat terwujud.
B. Maksud dan Tujuan
MAKSUD
Maksud kegiatan orientasi tugas ini adalah  memberikan pemahaman kepada para CPNS mengenai tugas pokok dan fungsi Direktorat Konsolidasi Tanah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, program kerja serta permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut secara utuh dan menyeluruh.
TUJUAN
Setelah kegiatan orientasi tugas, Calon Pegawai Negeri Sipil diharapkan mampu untuk:
  1. Memahami arah dari Rencana Strategis BPN RI dan berkontribusi nyata untuk turut mensukseskannya;
  1. Memahami Tata Cara Kerja di setiap satuan kerja, dan mampu melaksanakannya.
  2. Memahami peraturan-peraturan di bidang Sengketa Pertanahan.
  3. Mampu bersosialisasi dilingkungan kerja dengan memperhatikan aspek tata krama dan etika.
C. WAKTU PELAKSANAAN
Pelaksanaan orientasi kerja di Direktorat Sengketa Pertanahan, Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah tanggal 16 AGUSTUS  – 27 AGUSTUS 2010.
BABII  PELAKSANAAN ORIENTASI
A. Profil Unit Kerja
Berikut ini struktur organisasi Direktorat Sengketa Pertanahan menurut Peraturan Kepala BPN RI No.3 tahun 2006 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Republik Indonesia.
Bagan struktur organisasi Direktorat Sengketa Pertanahan
B. Tugas dan Pokok Fungsi
Direktorat Sengketa Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Sengketa Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
  1. Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa yuridis, fisik dan landreform;
  2. Penyusunan norma, standar, pedoman dan mekanisme pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa yuridis, fisik dan landreform;
  3. Pengkajian dan pemetaan semua akar sengketa pertanahan;
  4. Penelitian, penyusunan dan perumusan petunjuk atau pedoman sebagai pelaksanaanperaturan perundang-undangan di bidang pertanahan khususnya dalam rangka penyelesaian sengketa pertanahan;
  5. Investigasi dan koordinasi antara lembaga dan instansi terkait dalam penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan;
  6. Penyelesaian sengketa yuridis, fisik dan landreform;
  7. Penyelenggaraan alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi, rekonsiliasi atau fasilitasi atas sengketa pertanahan;
  8. Penyiapan keputusan penghentian dan pembatalan hak atas tanah karena cacat administrasi dan atas dasar kekuatan putusan pengadilan.
Direktorat Sengketa Pertanahan terdiri dari:
  1. Subdirektorat Sengketa Yuridis
  2. Subdirektorat Sengketa Fisik
  3. Subdirektorat Sengketa Obyek Landreform
2.1. Subdirektorat Sengketa Yuridis
Subdirektorat Sengketa Yuridis mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa penguasaan dan pemilikan tanah. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Sengketa Yuridis mempunyai fungsi:
a.  Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis penanganan sengketa penguasaan dan   pemilikan tanah;
b.  Inventarisasi dan pengolahan data sengketa penguasaan dan pemilikan tanah;
c.  Penyiapan bahan dan pelaksanaan investigasi dan koordinasi dengan lembaga dan instansi terkait dalam penanganan sengketa penguasaan dan pemilikan tanah;
d.  Pengkajian penanganan sengketa penguasaan dan pemilikan tanah;
e.  Penyiapan alternatif penyelesaian sengketa penguasaan dan pemilikan tanah melalui mediasi, rekonsiliasi atau fasilitasi;
f.  Penyiapan keputusan penyelesaian sengketa dan keputusan pembatalan hak karena cacat administrasi dan atas dasar kekualan putusan pengadilan.
Subdirektorat Sengketa Yuridis terdiri dari:
1. Seksi Sengketa Penguasaan
Seksi Sengketa Penguasaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,mengolah, mengkaji penyelesaian sengketa tanah-tanah yang belum dilekati sesuatu hak.
2. Seksi Sengketa Kepemilikan
Seksi Sengketa Pemilikan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penyelesaian sengketa tanah yang sudah dilekati sesuatu hak.
2.2.  Subdirektorat Sengketa Fisik
Subdirektorat Sengketa Fisik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusaan kebijakan teknis dan melaksanakan  penanganan sengketa pengukuran, pemetaan bidang tanah  dan batas wilayah. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Sengketa Fisik menyelenggarakan fungsi:
  1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis  penanganan sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah;
  2. Inventarisasi dan pengolahan data sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah;
  3. Penyiapan bahan dan pelaksanaan investigasi dan koordinasi dengan lembaga dan instansi terkait dalam penanganan sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah;
  4. Pengkajian penanganan sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah;
  5. Penyiapan alternatif penyelesaian sengketa batas, letak, luas bidang tanah dan batas wilayah melalui mediasi dan fasilitasi;
  6. Penyiapan keputusan penghentian hubungan hukum dan pembatalan hak tanah.
Subdirektorat Sengketa Fisik terdiri dari:
1. Seksi Sengketa Batas dan Letak
Seksi Sengketa Batas dan Letak mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penyelesaian sengketa batas, letak dan luas bidang tanah.
2. Seksi Sengketa Batas Wilayah
Seksi Sengketa Batas Wilayah mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penyelesaian sengketa batas wilayah.
2.3.  Subdirektorat Sengketa Landreform
Subdirektorat Sengketa Landreform mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pengkajian, penanganan dan penyelesaian sengketa landreform. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Sengketa Landreform menyelenggarakan fungsi:
  1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pengkajian, penanganan dan  penyelesaian sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
  2. Pengkajian dan pemetaan semua akar sengketa landreform dan menyelesaikan sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
  3. Pengkajian aspek hukum, sosial, budaya, ekonomi, politik dalam rangka penanganan sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
  4. Penyiapan bahan penelitian penanganan dan penyelesaian sengketa sengketa obyek landreform serta ganti kerugian;
  5. Penyiapan keputusan pembatalan hak tanah yang berkaitan dengan penegakan hukum landreform;
  6. Penyelenggaraan mediasi, rekonsiliasi atau fasilitasi sengketa obyek landreform serta ganti kerugian.
Subdirektorat Sengketa Landreform terdiri dari:
  1. 1. Seksi Sengketa Obyek Landreform.
Seksi Sengketa Obyek Landreform mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian sengketa obyek landreform.
  1. 2. Seksi Sengketa Ganti Kerugian.
Seksi Sengketa Ganti Kerugian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian sengketa ganti kerugian tanah obyek landreform.
B. Peraturan dan Pedoman Kerja
Peraturan-peraturan yang melandasi kegiatan-kegiatan Direktorat Sengketa, baik itu sifatnya sebagai landasan pelaksanaan tugas pokok maupun sebagai pedoman atau batasan dalam menetapkan kebijakan teknis ataupun kriteria-kriteria teknis adalah sebagai berikut:
  1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria;
  3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya;
  4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional;
  6. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan;
  7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ;
  8. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;
  9. Keputusan Kepala BPN RI Nomor 34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan:
  • Petunjuk Teknis Nomor 01/JUKNIS/DV/2007 tentang Pemetaan Masalah dan Akar Masalah Pertanahan
  • Petunjuk Teknis Nomor 02/JUKNIS/DV/2007 tentang Tata Laksana Loket Penerimaan Pengaduan Masalah Pertanahan
  • Petunjuk Teknis Nomor 03/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyelenggaraan Gelar Perkara
  • Petunjuk Teknis Nomor 04/JUKNIS/DV/2007 tentang Penelitian Masalah Pertanahan
  • Petunjuk Teknis Nomor 05/JUKNIS/DV/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi
  • Petunjuk Teknis Nomor 06/JUKNIS/DV/2007 tentang Berperkara di Pengadilan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Putusan Pengadilan
  • Petunjuk Teknis Nomor 07/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyusunan Risalah Pengolahan Data (RDP)
  • Petunjuk Teknis Nomor 08/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyusunan Keputusan Pembatalan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah/Pembatalan/Sertifikat Hak Atas Tanah
  • Petunjuk Teknis Nomor 09/JUKNIS/DV/2007 tentang Penyusunan Laporan Periodik
  • Petunjuk Teknis Nomor 10/JUKNIS/DV/2007 tentang Tata Kerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pertanahan Republik Indonesia
C. Identifikasi dan Analisis Masalah
Seperti pembahasan sebelumnya, bahwa permasalahan pertanahan tidak hanya kuantitasnya yang semakin bertambah namun secara kualitas juga semakin rumit dan kompleks. Butuh penanganan dan analisis yang tepat dalam merumuskan rekomendasi maupun menetapkan keputusan sah tidaknya terhadap suatu produk hukum yang dijadikan alat bukti oleh para pihak yang bersengketa. Demikian pula terhadap asal-usul bidang tanah yang menjadi objek sengketa.
Berdasarkan Petunjuk Teknis No. 01/JUKNIS/D.V/2007 tentang Pemetaan dan Akar Masalah Pertanahan menyatakan bahwa Sengketa pertanahan adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat, dan atau persepsi antara orang- perorangan dan atau badan hukum (privat atau public) mengenai status penguasaan atau status pemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatas atas  bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status keputusan tata usaha Negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu.
Tipologi Masalah Pertanahan adalah jenis sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani, terdiri dari masalah yang berkaitan dengan:
  • Penguasaan dan Pemilikan Tanah yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu.
  • Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak dan pendaftaran tanah yang merugikan pihak lain sehingga menimbulkan anggapan tidak sahnya penetapan atau perijinan di bidang pertanahan.
  • Batas atau letak bidang tanah yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas.
  • Pengadaan Tanah yaitu perbedaan pendapat, kepentingan, persepsi atau nilai mengenai status hak tanah yang perolehannya berasal proses pengadaan tanah, atau mengenai keabsahan proses, pelaksanaan pelepasan atau pengadaan tanah dan ganti rugi.
  • Tanah obyek Landreform yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai prosedur penegasan, status penguasaan dan pemilikan, proses penetapan ganti rugi, penentuan subyek obyek dan pembagian tanah obyek Landreform.
  • Tuntutan Ganti Rugi Tanah Partikelir yaitu perbedaan persepsi, pendapat, kepentingan atau nilai mengenai Keputusan tentang kesediaan pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah partikelir yang dilikuidasi.
  • Tanah Ulayat yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat  di atas areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas tanah maupun yang belum, akan tetapi dikuasai oleh pihak lain.
  • Pelaksanaan Putusan Pengadilan yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai   putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu.
Sedangkan kriteria sengketa dinyatakan selesai adalah sebagi berikut:
  1. Dengan pernyataan resmi dari BPN mengenai status tanah sengketa (siapa yang paling berhak).
  2. Surat keputusan dari BPN tentang pembatalan atau pemberian hak atas tanah.
  3. Hasil mediasi atas suatu bidang tanah dalam hal ini satu dokumen/satu pemilik.
  4. Para pemilik (pihak yang bersengketa) memilih jalur lembaga pengadilan.
  5. Pernyataan bahwa sengketa bukan merupakan domain kewenangan BPN.
Secara terstruktur melalui kualifikasi dan identifikasi yang tepat maka ditemukan berbagai masalah yang cenderung menghambat proses penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan, diantaranya yaitu:
  1. Minimnya pemahaman masyarakat tentang tugas pokok dan fungsi BPN, sehingga stigma yang terbangun dalam pemikiran masyarakat bahwa BPN hanya sebagai lembaga sertifikasi tanah (legalisasi asset). Sehingga sengketa pertanahan di Indonesia tidak terselesaikan dengan jalan yang benar melainkan dengan kekerasan sehingga sengketa pertanahan semakin kompleks.
  2. Sistem informasi pertanahan yang kurang mendukung, sehingga data pertanahan yang dibutuhkan untuk proes penyelesaian sengketa pertanahan sedikit terhambat.
  3. Sengketa yang cenderung melibatkan instansi pemerintah dengan masyarakat sehingga menjadi dilema tersendiri untuk menyelesaikan sengketa tersebut di sisi lain BPN ingin memperjuangkan kepentingan masyarkat di sisi lain instansi pemerintah juga punya kepentingan dalam mepercepat pembangunan.
BAB III  PENUTUP
A. Kesimpulan
  1. Tugas pokok Direktorat Sengketa Pertanahan adalah membuat suatu rumusan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan sengketa pertanahan.
  2. Berdasarkan Petunjuk Teknis No. 01/JUKNIS/D.V/2007 tentang Pemetaan dan Akar Masalah Pertanahan menyatakan bahwa Sengketa pertanahan adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat, dan atau persepsi antara orang-perorangan dan atau badan hukum (privat atau public) mengenai status penguasaan atau status pemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatas atas  bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status keputusan tata usaha Negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu.
  3. Kriteria sengketa dinyatakan selesai adalah:
    1. Dengan pernyataan resmi dari BPN mengenai status tanah sengketa (siapa yang paling berhak).
    2. Surat keputusan dari BPN tentang pembatalan atau pemberian hak atas tanah.
    3. Hasil mediasi atas suatu bidang tanah  dalam hal ini satu dokumen/satu pemilik.
    4. Para pemilik (pihak yang bersengketa) memilih jalur lembaga pengadilan.
    5. Pernyataan bahwa sengketa bukan merupakan domain kewenangan BPN.
B. Saran
  1. Perlunya suatu pengarahan dan penyatuan persepsi kepada masyarakat atau pihak-pihak yang bersengketa terhadap tugas dan fungsi BPN dalam hal ini Direktorat Sengketa Pertanahan dalam proses dan mekanisme penyelesaian sengketa pertanahan.
  2. Perlunya pemutakhiran data dan informasi pertanahan dalam membantu percepatan proses penyelesaian sengketa pertanahan.
  3. Perlunya peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan lembaga pemerintahan yang berkompeten dalam membantu menyelesaikan sengketa pertanahan di Indonesia demi tercapainya salah satu dari 11 agenda prioritas BPN yaitu menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
LANJUT......

Direktorat Perkara Pertanahan

PELAKSANAAN ORIENTASI
Profil Unit Kerja
Direktorat Perkara Pertanahan merupakan salah satu satuan Direktorat di lingkungan kerja Deputi V Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. Struktur organisasi Direktorat Perkara Pertanahan menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 tahun 2006 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Bagan struktur organisasi Direktorat Perkara Pertanahan
Tugas Pokok dan Fungsi
Direktorat Perkara Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pengkajian, penanganan dan penyelesaian perkara pertanahan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Perkara Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
  • Penyiapan bahan perumusan kebijakan penanganan perkara baik di lingkungan peradilan umum maupun peradilan tata usaha negara;
  • Penyusunan norma, standar, pedoman dan mekanisme pengkajian, penanganan dan penyelesaian perkara pertanahan;
  • Pengkajian dan pemetaan semua akar dan obyek perkara pertanahan;
  • Penyelesaian perkara pertanahan baik di peradilan umum, peradilan tata usaha negara atau lembaga peradilan lainnya;
  • Penyiapan saksi dan bahan untuk memberikan kesaksian serta bantuan hukum;
  • Penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memerintahkan Badan Pertanahan untuk menghentikan dan membatalkan hak atas tanah .
Direktorat Perkara Pertanahan terdiri dari 3 (tiga) subdirektorat diantaranya:
  1. Subdirektorat Perkara Wilayah I;
  2. Subdirektorat Perkara Wilayah II;
  3. Subdirektorat Perkara Wilayah III.
Subdirektorat Perkara Wilayah I
Subdirektorat Perkara Wilayah I mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan penanganan dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 380 Peraturan Kepala Badan Pertanahan No. 3 Tahun 2006, Subdirektorat Perkara Wilayah I menyelenggarakan fungsi:
  • Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang pengkajian dan penanganan perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara;
  • Pemetaan akar perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara;
  • Penyiapan data dalam rangka penanganan perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara;
  • Penanganan perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara;
  • Penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan umum dan tata usaha negara wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Subdirektorat Perkara Wilayah I terdiri dari:
Seksi Perkara Perdata Wilayah I
Seksi Perkara Perdata Wilayah I mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara perdata di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara.
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah I
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah I mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara tata usaha negara di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara.
2.   Subdirektorat Perkara Wilayah II
Subdirektorat Perkara Wilayah II mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan penanganan dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 384, Subdirektorat Perkara Wilayah II menyelenggarakan fungsi:
  • Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pengkajian, penanganan dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi;
  • Pemetaan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi;
  • Penyiapan data dalam rangka penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi;
  • Penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi;
  • Penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan umum dan tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Subdirektorat Wilayah II terdiri dari:
Seksi Perkara Perdata Wilayah II
Seksi Perkara Perdata Wilayah II mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara perdata di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi.
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah II
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah II mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara tata usaha negara di wilayah Bali, Maluku dan Sulawesi.
3.  Subdirektorat Perkara Wilayah III
Subdirektorat Perkara Wilayah III mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan penanganan, dan penyelesaian perkara perdata dan tata usaha negara wilayah Jawa dan Papua. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388, Subdirektorat Perkara Wilayah III menyelenggarakan fungsi:
  • penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pengkajian dan penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
  • pemetaan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
  • penyiapan data dalam rangka penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
  • penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua;
  • penyiapan penghentian atau pembatalan hak sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan umum dan tata usaha negara di wilayah Jawa dan Papua yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Subdirektorat Perkara Wilayah III terdiri dari:
Seksi Perkara Perdata Wilayah III
Seksi Perkara Perdata Wilayah III mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara perdata di Wilayah Jawa dan Papua.
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah III
Seksi Perkara Tata Usaha Negara Wilayah III mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, mengolah, mengkaji penanganan dan penyelesaian perkara tata usaha negara di Wilayah Jawa dan Papua.
Beberapa Peraturan dan Pedoman Kerja
Berikut ini beberapa peraturan perundangan yang dijadikan dasar pelaksanaan tugas pada Direktorat Perkara Pertanahan yang menjadi dasar setiap langkah, peraturan tersebut diantaranya :
  1. Undang-undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat 3. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
  2. UUPA No 5 Tahun 1960, Pasal 1 ayat (2). “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan YME adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”.
  3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
  4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2006 tentang struktur organisasi Badan Pertanahan Nasional
  5. Peraturan Kepala badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 2006 tentang struktur organisasi Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan
  6. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 Tahun 2006 tanggal 11 April 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
  7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 tahun 2006 tanggal 16 Mei 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
  8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 34 tahun 2007 tanggal 12 Juni 2007 tentang Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
  9. dll.
LANJUT.......

Inspektorat Utama

PROFIL
Inspektorat Utama adalah unsur pengawasan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. Susunan Organisasi Inspektorat Utama menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 tahun 2006 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Bagan Susunan Organisasi Inspektorat Utama
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Inspektorat Utama mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas di ligkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
  1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional di lingkungan bpn;
  2. Penyusunan standar pengawasan intern di bidang pertanahan;
  3. Pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk kepala bpn;
  4. Pengusutan kebenaran laporan atau pengaduan atas hambatan, penyimpangan dan penyalahgunaan dalam bidang pertanahan;
  5. Penyiapan pelaksanaan tindakan penertiban terhadap permasalahan di bidang pertanahan yang ditemukan;
  6. Pelaksanaan pembinaan teknis administrasi dalam pengelolaan dan pelayanan pertanahan;
  7. penyusunan laporan hasil pengawasan.
Inspektorat Utama terdiri dari:
  1. Inspektorat wilayah I
  2. Inspektorat wilayah II
  3. Inspektorat wilayah III
  4. Inspektorat wilayah IV
  5. Inspektorat wilayah v
  6. Bagian Tata Usaha
Inspektorat Wilayah I
Inspektorat Wilayah I mempunyai tugas melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah I yang meliputi :
  1. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah;
  2. Inspektorat Utama, dan
  3. Provinsi-provinsi:  Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Inspektorat Wilayah I membawahkan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor.
II.2.2. Inspektorat Wilayah II
Inspektorat Wilayah II mempunyai tugas melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah II yang meliputi:
  1. Deputi Bidang Survei,Pengukuran dan Pemetaan;
  2. Pusat Pendidikan dan Latihan;
  3. dan Provinsi-provinsi Jambi , Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Maluku,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.3. Inspektorat Wilayah III
Inspektorat Wilayah III mempunyai tugas melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah III yang meliputi:
  1. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;
  2. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional;
  3. dan Provinsi-provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa, Yogyakarta, Banten, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.4. Inspektorat Wilayah IV
Inspektorat Wilayah IV mempunyai tugas melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah IV yang meliputi:
  1. Sekretariat Utama;
  2. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan;
  3. Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat;
  4. dan Provinsi-Provinsi Riau, Bengkulu, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.5. Inspektorat Wilayah V
Inspektorat Wilayah V mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan pembinaan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan pada unit-unit kerja di lingkungan Badan Pertanahan di Wilayah V yang meliputi:
  1. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat;
  2. Pusat Penelitian dan Pengembangan;
  3. Pusat Data dan Informasi Pertanahan;
  4. dan Provinsi-provinsi: Sumatera Utara, Bangka Belitung, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Bali dan Papua,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Inspektur Utama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.2.6. BAGIAN TATA USAHA
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas menyiapkan penyusunan rencana dan program, serta laporan hasil pelaksanaan pengawasan dan memberikan pelayanan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Inspektorat Utama.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 406, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi:
  1. Penyiapan bahan penyusunan dan rencana program pengawasan;
  2. Penghimpunan dan penyiapan penyusunan laporan hasil pelaksanaan pengawasan;
  3. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Inspektorat Utama.
Bagian Tata Usaha terdiri dari:
  1. Sub Bagian Penyusunan Program;
  2. Sub Bagian Pelaporan dan Evaluasi;
  3. Sub Bagian Umum.
  1. Sub Bagian Penyusunan Program mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana dan program pengawasan;
  2. Sub Bagian Pelaporan dan Evaluasi mempunyai tugas menghimpun dan menyiapkan penyusunan laporan hasil pengawasan;
  3. Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan surat-menyurat, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga Inspektorat Utama.
LANJUT.........

LARASITA: Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi Tanah

LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. LARASITA dibangun dan dikembangkan untuk mewujudnyatakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945, Undang-Undang Pokok Agraria, serta seluruh peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan dan keagrariaan. Pengembangan LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPN RI dari menunggu atau pasif menjadi aktif atau pro aktif, mendatangi masyarakat secara langsung.
Dan, LARASITA telah diujicobakan pelaksanaannya di beberapa kabupaten/kota yang setelah dilakukan evaluasi disimpulkan dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. LARASITA menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada kantor pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian kewenangan yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk:
  1. menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agraria);
  2. melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
  3. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;
  4. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah;
  5. memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan;
  6. menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat; dan
  7. meningkatkan legalisasi aset tanah masyarakat.
Dengan LARASITA, kantor pertanahan menjadi mampu menyelenggarakan tugas-tugas pertanahan dimanapun target kegiatan berada. Pergerakan tersebut juga akan memberikan ruang interaksi antara aparat BPN RI dengan masyarakat sampai pada tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dan tingkat komunitas masyarakat, di seluruh wilayah kerjanya, terutama pada lokasi yang jauh dari kantor pertanahan.

LANJUT........

LAPORAN ORIENTASI DI PUSDATIN

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Seiiring dengan kemajuan teknologi tersebut kebutuhan informasi diharapkan dapat lebih cepat dan akurat. Dengan demikian pemerintah harus segera melaksanakan proses transformasi menuju e-government untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien melalui penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut harus mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu:
(1)   Pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis;
(2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.
Hal ini dipandang baik oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan  mengembangkan teknologi informasi dan e-goverment di lingkungan organisasi BPN, dimana proses pengolahan dan pengembangan teknologi informasi dan e-government dilakukan di Bagian Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN). Mengingat sebagian besar ranah kerja Badan Pertanahan Nasional adalah pelayanan publik, Sukses kedepan  BPN tidak akan terlepas dari penerapan teknologi informasi secara menyeluruh disetipa unit kerja di Badan Pertanahan Nasional serta pemberdayaan sumber daya manusia sehingga mampu mewujudkan tanah dan pertanahan di Negara ini sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
B. MAKSUD DAN TUJUA
1. Maksud
Maksud kegiatan orientasi tugas ini adalah memberikan pemahaman kepada para CPNS mengenai tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada Pusat Data Dan Informasi Pertanahan, program kerja, dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut secara utuh dan menyeluruh.
2. Tujuan
Setelah kegiatan orientasi tugas, Calon Pegawai Negeri Sipil diharapkan mampu untuk:
  1. Memahami arah dari Rencana Strategis BPN RI dan berkontribusi nyata untuk turut mensukseskannya;
  2. Memberi pemahaman tentang aplikasi yang sedang berjalan dan yang akan dibangun.
  3. Memahami Tata Cara Kerja di setiap satuan kerja, dan mampu melaksanakannya.
  4. Mampu bersosialisasi di lingkungan kerja dengan memperhatikan aspek tata krama dan etika.
C. WAKTU PELAKSANAAN ORIENTASI
Orientasi kerja dilaksanakan di Pusat Data Dan Informasi Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Jl. Sisingamangaraja No. 2 pada tanggal 27 September 2010  s.d. 8 Oktober 2010.

BAB II PUSAT DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN
II.1. PROFIL  UNIT KERJA
Pusat Data dan Informasi Pertanahan  yang selanjutnya disebut PUSDATIN adalah unsur penunjang tugas dan fungsi BPN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala melalui Sekretaris Utama. PUSDATIN dipimpin oleh Kepala.
Struktur organisasi Pusat Data Dan Informasi menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 tahun 2006 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
II.2. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
PUSDATIN mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi pertanahan serta membangun dan mengembangkan sistem informasi pertanahan nasional (SIMTANAS) berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 411 Peraturan Kepala BPN R.I. No. 3 Tahun 2006, PUSDATIN menyelenggarakan fungsi:
  1. Pelaksanaan pengembangan sistem informasi pertanahan dan pengembangan e­-government di lingkungan BPN;
  2. Pemberian bimbingan, monitoring, evaluasi dan pelaporan, serta penerapan SIMTANAS di lingkungan BPN;
  3. Pelaksanaan urusan tata usaha.

Pusat Data Dan Informasi Pertanahan (PUSDATIN) terdiri dari:
  1. Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan;
  2. Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS;
  3. Subbagian Tata Usaha;
  4. Kelompok Jabatan Fungsional.
A. Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan;
Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sistem informasi pertanahan dan pengembangan e-government di lingkungan BPN. Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
  1. Analisa dan penyusunan standar sistem informasi pertanahan yang mencakup teknologi informasi, data dan informasi, perangkat lunak, perangkat keras dan sumberdaya manusia pendukung;
  2. Pengembangan, penerapan dan pemeliharaan sistem jaringan dan aplikasi;
  3. Monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.




Bidang Pengembangan Sistem, Data dan Informasi Pertanahan terdiri dari:
A.1. Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi
Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi mempunyai tugas melakukan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan, dengan uraian tugas sebagai berikut:
(1)          Menyampaikan saran-saran dan atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang pengembangan sistem, data dan informasi pertanahan tentang tindakan yang perlu diambil dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(2)          Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijksanaan, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3)          Membuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi sebagai pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4)          Mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(5)          Mengumpulkan, menghimpun dan mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan dengan penyiapan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(6)          Menyiapkan konsep pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi yang digunakan dalam pelayanan pertanahan ke pemerintah/ Government to Government (G2G), ke kalangan Bisnis/Government to Bussines (G2B), ke Masyarakat/Government to Civil (G2C) dalam mendukung e-government.
(7)          Menyiapkan konsep pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi SIMTANAS yang digunakan dalam pelayanan pertanahan ke internal BPN (BPN Pusat, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota).
(8)          Menyiapkan konsep pembangunan standar data tekstual dan spasial dan informasi pertanahan.
(9)          Menyiapkan konsep pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi software berkoordinasi dengan instansi lain dalam membangun e-government.
(10)      Menyiapkan konsep standar dan format informasi dalam rangka pelayanan pertanahan online.
(11)      Melakukan inventarisasi permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(12)      Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(13)      Melaksanakan evaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(14)      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
A.2. Subbidang Penerapan Jaringan dan Aplikasi.
Subbidang Penerapan Jaringan dan Aplikasi mempunyai tugas melakukan pengembangan,  penerapan, pemeliharaan, monitoring dan evaluasi  sistem jaringan dan aplikasi, dengan uraian tugas sebagai berikut:
(1)          Menyampaikan saran-saran dan atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang pengembangan sistem, data dan informasi pertanahan tentang tindakan yang perlu diambil dalam menyiapkan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan, monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(2)          Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijaksanaan, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3)          Membuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Subbidang Penerapan Jaringan dan Aplikasi sebagai pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4)          Mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan, monitoring, dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(5)          Mengumpulkan, menghimpun dan mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan dengan penyiapan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan, monitoring, dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(6)          Menyiapkan konsep pengembangan jaringan komunikasi dan aplikasi di BPN pusat, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
(7)          Menyiapkan konsep penerapan jaringan komunikasi dan aplikasi.
(8)          Menyiapkan konsep pemeliharaan jaringan komunikasi dan aplikasi.
(9)          Menyiapkan konsep monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem jaringan komunikasi dan aplikasi.
(10)      Menyiapkan konsep analisa kebutuhan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana pendukung kemputerisasi pertanahan.
(11)      Menyiapkan konsep pelatihan dalam rangka penngembangan sumber daya manusia pendukung komputerisasi pertanahan.
(12)      Melakukan inventarisasi permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah dalam menyiapkan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan. Monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(13)      Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(14)      Melaksanakan evaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan  dalam menyiapkan bahan pengembangan, penerapan, pemeliharaan, monitoring dan evaluasi sistem jaringan dan aplikasi.
(15)      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

  1. B. Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS
Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS mempunyai tugas melakukan bimbingan komputerisasi dan penerapan model komputerisasi, publikasi, pelayanan data dan informasi pertanahan. Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS menyelenggarakan fungsi:
  1. penerapan sistem aplikasi pelayanan administrasi pertanahan;
  2. pemberian bimbingan teknis dan pemeliharaan komputerisasi;
  3. penghimpunan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan;
  4. pengembangan sistem informasi eksekutif dan e-government di lingkungan BPN.

Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi SIMTANAS terdiri dari:
B.1. Subbidang Pelayanan Data dan SIMTANAS
Subbidang Pelayanan Data dan SIMTANAS mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS, dengan uraian tugas sebagai berikut:
(1)          Menyampaikan saran-saran dan atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Bidang Bimbingan dan Penerapan Komputerisasi sistem Informasi dan Managemen Pertanahan Nasional  (SIMTANAS) tentang tindakan yang perlu diambil dalam menyiapkan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(2)          Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijaksanaan, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3)          Membuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Subbidang Pelayanan Data dan SIMTANAS sebagai pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4)          Mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(5)          Mengumpulkan, menghimpun dan mensistimatisasikan / mengolah data dan informasi yang berhubungan dengan penyiapan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(6)          Melakukan inventarisasi dan pengumpulan data pertanahan tekstual dan spasial di BPN Pusat, kantor wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
(7)          Melakukan pengolahan dan validasi  data pertanahan tekstual dan spasial di BPN Pusat, kantor wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota kedalam bentuk digital dan terintegrasi menjadi SIMTANAS.
(8)          Melakukan pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan melalui sarana Web/portal, SMS, Sosialisasi, Brosur dan Pamflet dalam rangka menunjang                    e-government.
(9)          Melakukan pengembangan Sistem Informasi Eksekutif (EIS) dan e-government.
(10)      Melakukan pemeliharaan data  pertanahan dalam SIMATANAS secara terus menerus.
(11)      Melakukan inventarisasi permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah dalam menyiapkan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(12)      Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(13)      Melaksanakan evaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam menyiapkan bahan pengumpulan, pengolahan, validasi, pelayanan dan penyebarluasan data dan informasi pertanahan, pengembangan sistem informasi eksekutif, pengembangan e-government serta penerapan dan pemeliharaan SIMTANAS.
(14)      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

B.2. Subbidang Bimbingan Komputerisasi.
Subbidang Bimbingan Komputerisasi mempunyai tugas melakukan penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi, dengan uraian tugas sebagai berikut:
(1)          Menyampaikan saran-saran dan atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang bimbingan dan penerapan komputerisasi SIMTANAS tentang tindakan yang perlu diambil dalam penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi.
(2)          Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijksanaan, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3)          Membuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan Subbidang Bimbingan Komputerisasi sebagai pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4)          Mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi.
(5)          Mengumpulkan, menghimpun  dan mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan dengan penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi.
(6)          Melakukan penyiapan bimbingan teknis komputerisasi dan bimbingan pemeliharaan sistem jaringan komputerisasi di BPN Pusat, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
(7)          Memberikan bimbingan teknis dalam penerapan standar sistem informasi pertanahan yang mencakup perangkat lunak, perangkat keras, data dan informasi, serta sumberdaya manusia pendukung.
(8)          Melaksanakan monitoring implementasi pelaksanaan komputerisasi dan pemeliharaan komputerisasi.
(9)          Melaksanakan instalasi aplikasi SIMTANAS berkoordinasi dengan Biro Umum Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
(10)      Melakukan evaluasi pelaksanaan implementasi komputerisasi yang telah dilaksanakan secara periodik.
(11)      Menyiapkan petunjuk teknis dalam rangka pelaksanaan sistem komputerisasi.
(12)      Melakukan inventarisasi permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah dalam penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi.
(13)      Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(14)      Melaksanakan evaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam penyiapan pemberian pembinaan teknis dan pemeliharaan komputerisasi.
(15)      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

  1. C. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan dan rumah tangga pusat, dengan uraian tugas sebagai berikut :
(1)          Menyampaikan saran-saran dan atau pertimbangan-pertimbangan kepada kepala bidang pengembangan sistem, data dan informasi pertanahan tentang tindakan yang perlu diambil dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(2)          Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijksanaan, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan bidang tugasnya sebagai pedoman dan landasan kerja.
(3)          Membuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan Subbidang Sistem dan Standar Aplikasi sebagai pedoman pelaksanaan tugas serta melaksanakan monitoring pelaksanaannya.
(4)          Mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penyusunan pedoman dan petunjuk teknis dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(5)          Mengumpulkan, menghimpun dan mengolah/ mensistimatisasikan data dan informasi yang berhubungan dengan penyiapan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(6)          Menyiapkan konsep pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi yang digunakan dalam pelayanan pertanahan ke pemerintah/ Government to Government (G2G), ke kalangan Bisnis/Government to Bussines (G2B), ke Masyarakat/Government to Civil (G2C) dalam mendukung e-government.

(7)          Menyiapkan konsep pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi SIMTANAS yang digunakan dalam pelayanan pertanahan ke internal BPN (BPN Pusat, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota).
(8)          Menyiapkan konsep pembangunan standar data tekstual dan spasial dan informasi pertanahan.
(9)          Menyiapkan konsep pembangunan standar, sistem dan struktur aplikasi software berkoordinasi dengan instansi lain dalam membangun e-government.
(10)      Menyiapkan konsep standar dan format informasi dalam rangka pelayanan pertanahan online.
(11)      Melakukan inventarisasi permasalahan dan mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka pemecahan masalah dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(12)      Melakukan hubungan kerja dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugasnya dengan unit kerja terkait.
(13)      Melaksanakan evaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dalam menyiapkan bahan analisa dan penyusunan sistem, standar aplikasi, data dan informasi pertanahan.
(14)      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
II.3. LANDASAN HUKUM
Peraturan dan pedoman kerja yang mengatur tentang Tugas Pokok dan Fungsi PUSDATIN Badan Pertanahan Nasional RI adalah sebagai berikut:
  1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional;
  2. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006, tanggal 16 Mei 2006, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
  3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor  4 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Subbagian, Seksi dan Subbidang di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
  4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, tanggal 21 April 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
  5. Undang undang ini banyak memberikan terobosan-terobosan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan data elektronik, prosedur transaksi elektronik dan keamanan dan legalitas data melalui tandatangan elektronik (digital signature);
  6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik;
  7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Kewajiban Penyelenggara Pemerintah dalam Pemenuhan Hak Rakyat di Bidang Pelayanan Publik;
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
  9. Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan;
10.  Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009, tanggal 11 Mei 2009, tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
11.  Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasional Pengaturan dan Pelayanan.

II.4. IDENTIFIKASI MASALAH
Komputerisasi Kantor Pertanahan (Land Office Computerization) adalah kegiatan kerjasama Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Spanyol di bidang teknologi informatika di lingkungan Badan Pertanahan Nasional yang sudah dimulai sejak 1997 sampai sekarang dengan melakukan komputerisasi dengan sistem digital dalam pendataan tanah melalui proyek LOC.
Kantor Pertanahan Jakarta Pusat merupakan kantor percontohan yang melaksanakan proyek komputerisasi melalui (Local Office Computerization) LOC Phase II-A sejak tanggal 28 Oktober 2002. Kendala utama pada awal pelaksanaan LOC adalah sumberdaya manusia, karena hanya sekitar 40 % karyawan saja yang pada awalnya mampu mengoperasikan komputer, namun berangkat dari komitmen yang tinggi dan pemahaman cukup atas manfaat komputerisasi, kendala tersebut secara bertahap dapat diatasi. Untuk menunjang pelayanan kepada masyarakat, diupayakan untuk mengoptimalkan aplikasi LOC yang tersedia, didukung dengan perangkat KIOS-K, sistem antrian modern Q-Matic. Terobosan lain yaitu melakukan pembangunan database sekaligus upaya pengamanan data pertanahan melalui digitasi warkah dengan biaya sendiri.
Peranan pemanfaatan IT dalam menunjang sistem pelayanan, antara lain :
Terbangunnya Basisdata pertanahan baik data tekstual maupun data spasial;
Memudahkan monitoring dan pelaporan;
Memudahkan pencarian data dan informasi untuk berbagai kepentingan;
Terbangunnya image yang semakin baik dari masyarakat terhadap Kantor Pertanahan.
Permasalahan yang muncul dalam penerapan Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) secara  menyeluruh di setiap Kantor Pertanahan juga masih memiliki masalah yaitu, terbatasnya daya listrik operasional Komputer server sehingga menjadi kendala dalam penerapan teknologi tersebut. Saat ini BPN dalam Hal ini Pusat Data Dan Informasi Pertanahan (PUSDATIN) berusaha untuk mengatasi masalah tersebut diatas dengan mengembangkan Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dan Sistem Informasi Terpadu (SIMPADU) berbasis web sehingga akan mengatasi permasalahan penerapan teknologi informasi pada daerah sekaligus menjadi inovasi terbaru dari BPN untuk diterapkan diseluruh struktur kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah masalah keamanan data atau informasi itu sendiri saat sistem telah berbasis web adalah ketersediaan dan kapasitas Bandwith yang memadai untuk Penerapan Teknologi Informasi ini tentunya.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat suatu kesimpulan mengenai Pusat Data dan Informasi Pertanahan BPN RI adalah sebagai berikut:
  1. Pusat Data Dan Informasi Pertanahan adalah unsur penunjang tugas dan fungsi BPN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala melalui Sekretaris Utama dan dipimpin oleh Kepala yang selanjutnya disebut Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan;
  2. PUSDATIN mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi pertanahan serta membangun dan mengembangkan sistem informasi pertanahan nasional (SIMTANAS) dan Sistem Informasi Pertanahan Terpadu (SIMPADU);
  3. PUSDATIN Badan Pertanahan Nasional RI mempunyai peran yang sangat strategis untuk menyediakan informasi  pertanahan di seluruh Indonesia secara akurat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan di Pusat Data dan Informasi Pertanahan BPN RI ini adalah sebagai berikut:
  1. Dalam menjalankan dan mendukung implementasi TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) yang sedang dikembangkan oleh PUSDATIN, maka diperlukan komitmen dari seluruh jajaran aparat BPN RI baik yang berada di pusat maupun di daerah. Hal ini dimaksudkan agar realisasi SIMTANAS (Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional) di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
  2. Meningkatkan kinerja dan kualitas Sumber Daya Manusia dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam rangka mendukung SIMTANAS dan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat, cermat, dan sempurna.
  3. Menfasilitasi layanan online di tiap Kantor Pertanahan atau Kantor Wilayah secara terintegrasi sehingga proses pemutakhiran (update) data dan informasi mengenai pertanahan di BPN Pusat dapat dilakukan secara lebih efisien dan efektif.
  4. Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat ataupun jajaran aparat pemerintah lainnya seluruh Indonesia yang terkait dengan BPN RI, pada hal Teknologi Informasi dan Komunikasi di bidang pertanahan.
  5. Menyediakan satu orang operator khusus untuk menjawab telepon masuk atau membuat aplikasi sistem otomatis untuk menjawab telepon.
COPYRIGHT : http://thefiveteeners.wordpress.com/

OPTIMALISASI KINERJA LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi Tanah)

1.      Strategi Pelaksanaan Rencana Aksi Perkaban No.18 Tahun 2009.


          Sebagai langkah antisipatif dalam rangka pelaksanaan LARASITA berdasarkan Perkaban 18/2009, pada tahun 2008, Kantor Pertanahan Kota Bandung melakukan uji coba dengan mengadakan layanan “Jemput Bola” sekaligus sebagai sosialisasi awal LARASITA, dengan mekanisme layanan sedemikian rupa disesuaikan dengan pola LARASITA, dimana Petugas BPN mendatangi langsung masyarakat pelanggan melalui koordinasi dengan pihak kelurahan setempat memberikan pelayanan pertanahan Pendaftaran Pertamakali TMA (Pengakuan Hak), sehingga masyarakat pelanggan tidak perlu datang ke kantor pertanahan (statis), melainkan cukup menunggu di lokasi kelurahan dan setelah selesai Petugas menyerahkan langsung sertipikat HAT nya kepada masyarakat pemilik tanah.
       Pada 16 Desember 2008 (Launching Larasita oleh Bapak Presiden RI), Kantor Pertanahan Kota Bandung menerima  perangkat utama dan perangkat pendukung LARASITA, berupa 1 (satu) unit mobil dilengkapi seperangkat Tehnologi Informasi (IT) dan 2 (dua) unit motor, dimana dalam Pidato Bapak Presiden SBY menyatakan slogan Larasita, yaitu : “LARASITA, MENJANGKAU YANG TIDAK TERJANGKAU”.
        Mencermati maksud dan tujuan dari slogan LARASITA tersebut, Kantor Pertanahan Kota Bandung berupaya untuk menemukan makna dari “ke-tidak terjangkau-an” dimaksud, hal ini penting dilakukan, karena apabila makna “ke-tidak terjangkau-an” itu hanya ditinjau dari “aspek geografis” saja, maka pelaksanaan LARASITA di wilayah perkotaan dapat saja menjadi kurang efektif, dikarenakan jarak tempuh yang terjangkau dan sarana/prasarana transportasi di perkotaan yang pada umumnya telah memadai. Dengan perkataan lain bahwa “aspek geografis” bukanlah kendala utama bagi masyarakat perkotaan untuk memperoleh layanan pertanahan dengan mendatangi langsung kantor-kantor pertanahan (statis), selain itu bahwa tinjauan “aspek geografis” ternyata tidak berbanding lurus dengan fakta yang ada di kantor-kantor pertanahan wilayah perkotaan, dimana sejak tahun 1960 sampai dengan saat ini masih saja menyisakan bidang-bidang tanah yang belum terdaftar.

 2.      Strategi Pelaksanaan Rencana Aksi atas Rekomendasi BPK tentang pelaksanaan LARASITA.

                     Perlunya menemukan jawaban makna “ke-tidak terjangkau-an” itu, harus juga didasarkan pada pemahaman bahwa penyelenggaraan sarana dan prasarana LARASITA di seluruh  wilayah Indonesia telah menggunakan anggaran pemerintah pusat (APBN), maka sudah selayaknya seluruh anggota masyarakat utamanya “masyarakat kebanyakan” di seluruh Indonesia dapat menikmati manfaat keberadaan LARASITA tanpa dikotomi antara wilayah pedesaan maupun perkotaan. Dengan demikian, hal itu dapat menjawab rekomendasi BPK tentang Pelaksanaan LARASITA.

3.      Strategi Pelaksanaan Rencana Aksi LARASITA.
             Dalam menetapkan strategi untuk melaksanakan LARASITA, Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung selain melakukan upaya-upaya tertentu, juga berupaya untuk menemukan makna “ke-tidak terjangkau-an” dalam slogan “LARASITA, MENJANGKAU YANG TIDAK TERJANGKAU”.
LARASITA Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung dalam perjalanannya ternyata menemukan masalah-masalah atau kendala-kendala dari berbagai aspek lainnya (diluar aspek geografis tersebut diatas), dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung beserta jajarannya berupaya mengatasi hal itu. Sehingga dengan keberadaan LARASITA, hal-hal yang selama ini tidak dapat terjangkau menjadi dapat terjangkau.
 Masalah-masalah atau kendala-kendala dimaksud, ditinjau dari berbagai aspek lainnya (diluar aspek geografis), adalah sebagai berikut :

3.1.Aspek Teknis Internal  


LARASITA adalah Kantor Pertanahan Bergerak (sebagai Front Office), yang dalam memberikan pelayanan pertanahan langsung berhadapan dengan masyarakat pengguna layanan, sedangkan proses penyelesaiannya melibatkan seksi-seksi tehnis (back-office) di kantor (statis), selanjutnya apabila telah selesai sertipikat HAT nya diserahkan oleh Pelaksana LARASITA melalui mobil Larasita langsung kepada masyarakat pengguna layanan. Berarti ada 2 (dua) kegiatan layanan yang masing-masing dilakukan oleh Pelaksana tehnis yang berbeda, yaitu :

3.1.1.   Pelaksana Operasional LARASITA di lapangan (front office) dengan tugas dan kewenangannya sesuai Perkaban 18/2009.

3.1.2.      Pelaksana Teknis (proses di back office), sesuai Tupoksi dan kewenangannya berdasarkan ketentuan pertanahan yang berlaku.

Dalam hal ini, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung beserta jajarannya terlebih dahulu menyatukan persepsi atau pemahaman yang sama antara Pelaksana Operasional LARASITA sebagai Front Office di lapangan dengan seksi-seksi tehnis sebagai pelaksana di Back Office, berkaitan dengan mekanisme maupun persyaratan tehnis/yuridis dalam memberikan layanan pertanahan melalui LARASITA.
Hal ini menjadi sangat penting, manakala masyarakat membutuhkan suatu kepastian dalam memperoleh pelayanan pertanahan dan itu tidak menjadi bumerang atau blunder bagi Pelaksana di lapangan. 
           

Dengan keberadaan LARASITA, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung beserta jajarannya, berupaya untuk menjangkau atau mengatasi masalah tersebut melalui penyatuan persepsi atau pemahaman mengenai LARASITA.

Dengan demikian hal-hal yang selama ini mungkin dirasakan sulit atau engggan dilakukan, seperti melakukan konsolidasi internal (antar seksi-seksi tehnis) yang dipimpin oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung, dengan adanya LARASITA hal itu menjadi dapat terjangkau atau dapat dilakukan.

Selanjutnya dengan adanya satu persepsi atau pemahaaman yang sama untuk suatu kepastian dalam pelayanan publik di bidang pertanahan melalui LARASITA, akhirnya Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung menemukan motto LARASITA, yaitu :

"SATUKAN PEMAHAMAN UNTUK SATU KEPASTIAN"


3.2.Aspek Koordinatif Eksternal



Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendafataran Tanah, bahwa tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Akan tetapi, dalam memberikan pelayanan publik di bidang pertanahan, baik secara langsung maupun tidak langsung akan melibatkan instansi terkait lainnya, seperti Walikota beserta jajarannya (Sekda, Camat/PPATs dan Lurah) serta PPAT/Notaris. 

Masalah koordinasi merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh kantor pertanahan, guna menyatukan persepsi atau pemahaman yang sama, dalam memberikan pelayanan publik di bidang pertanahan. Koordinasi juga bisa dilakukan dalam rangka penyampaian program-program dan kebijakan pertanahan baik yang sifatnya nasional maupun yang khusus dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Bandung.

Dalam rangka memberikan pelayanan publik dibidang pertanahan, sebaiknya harus ada satu persepsi atau pemahaman yang sama antara kantor pertanahan dengan instansi terkait lainnya, karena pelayanan pertanahan kepada masyarakat harus  "satu garis lurus", agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang sama, sehingga semua layanan pertanahan menjadi lebih jelas dan tidak membingungkan.

Dengan keberadaan LARASITA, Bapak Walikota Bandung telah memerintahkan kepada seluruh Camat beserta jajarannya (para Lurah) agar mendukung kelancaran program Larasita, sesuai dengan suratnya No.594.3/SE.063-Pem.Um tanggal 23 Jui 2009.

Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung berupaya mengimplementasikan koordinasi yang baik dengan Pemerintah Kota Bandung, dimana Bapak Walikota dan Wakil  Walikota Bandung beserta Bapak Kakanwil BPN  Provinsin Jawa Barat, berkenan menghadiri acara Launching Layanan Interaktif Teleconference LARASITA pada 18 Nopember 2011 di lapangan KPAD Bandung. Dalam pidatonya, Bapak Walikota Bandung menjanjikan akan memberikan hibah 1 (satu) unit mobil LARASITA beserta perangkat pendukungnya, yang akan direalisasikan pada Tahun Anggaran 2012 ini.

3.3.Antusiasme Publik (Masyarakat)

3.3.1.      Aspek Psikologis 


Secara psikologis, ditemukan beberapa alasan mengapa masyarakat enggan untuk datang langsung ke kantor pertanahan (statis), guna memperoleh layanan pertanahan, yaitu :

a.   Adanya sebagian masyarakat yang membayangkan dalam benak pikirannya, bahwa pengurusan sertipikat tanah itu berbelit-belit, sehingga mereka ketakutan jangan-jangan tanah mereka ternyata tidak bisa didaftar dengan sebab-sebab yang bahkan tidak diketahui secara jelas.
b.   Adanya sebagian masyarakat yang membayangkan dalam benak pikirannya, bahwa pengurusan sertipikat tanah itu mahal, sehingga mereka ketakutan jangan-jangan uangnya tidak cukup.
c.   Adanya sebagian masyarakat yang membayangkan dalam benak pikirannya, bahwa pengurusan sertipikat tanah itu lama, sehingga mereka ketakutan jangan-jangan persyaratan yang harus dipenuhi terlalu sulit.
d.   Belum lagi membayangkan petugas-petugas yang bakal dihadapinya, jangan-jangan petugas akan melempar persoalannya kesana-kemari atau di ping-pong.
e.   Ada juga sebagian masyarakat yang trauma, dikarenakan pernah tertipu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dimana masyarakat telah menyerahkan bukti-bukti pemilikannya beserta biaya yang diperlukan namun ternyata sertipikatnya tak kunjung selesai, bahkan yang lebih mengenaskan lagi, berkas data-data kepemilikannya pun tidak kunjung kembali.

            Dari alasan-alasan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa hambatan psikologis akan dapat diatasi dengan penyebaran informasi yang akurat tentang pelayanan pertanahan. Selama ini, masyarakat hanya mendapatkan informasi tentang layanan pertanahan sampai pada level kedetilan tertentu saja, dimana level kedetilan yang lebih mendasar disimpan atau dibiaskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Informasi yang sebelumnya hanya bisa dijangkau sampai kedetilan yang terbatas saja atau informasi yang tidak jelas yang diberikan pihak-pihak tertentu, dengan keberadaan LARASITA, informasi yang diperoleh masyarakat menjadi jelas dan bisa diakses seluas-luasnya sampai pada tingkat kedetilan yang seharusnya.



3.3.2.      Aspek Formalitas 


Dari aspek formalitas, ternyata masyarakat juga memiliki kendala yang menyebabkan enggan untuk datang langsung ke kantor pertanahan (statis), guna memperoleh layanan pertanahan. Bagi  “ masyarakat kebanyakan “ ditengarai merasa kurang nyaman dengan hal-hal formal. Misalnya, untuk datang ke kantor pertanahan (statis) harus dengan berpakaian rapih dan bersepatu, belum lagi harus memahami istilah-istilah formal di kantor, seperti: Pengakuan Hak, Penegasan Hak,  Konversi, Peralihan Hak, Roya atau Hak Tanggungan dan lain-lain.

Dengan keberadaan LARASITA, masyarakat dapat menggunakan layanan pertanahan dengan leluasa dan lepas dari hal-hal formal. Dengan LARASITA, masyarakat dapat mengakses informasi layanan pertanahan dengan nyaman meskipun mengenakan kaos/celana pendek dan sendal jepit, tidak perlu berdandan atau ke salon. Lebih dari itu, masyarakat dapat leluasa dengan gaya dan bahasa yang dianut oleh budayanya, berkomunikasi dengan petugas LARASITA  seputar pertanahan.



3.3.3.      Aspek Sosial dan Ekonomi 


Adanya sebagian masyarakat di perkotaan, akibat laju pembangunan gedung-gedung bertingkat sebagai sarana perkantoran, perniagaan, perhotelan dll, mengakibatkan masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah-kebawah menjadi ter-marginal-kan.

Masalah yang mungkin banyak dihadapi masyarakat marginal maupun miskin perkotaan, adalah mahalnya biaya pengurusan untuk melengkapi persyaratan pendaftaran tanah, seperti pembuatan akta dan lain sebagainya.

Dengan pelayanan yang mendekatkan langsung ke masyarakat, Petugas LARASITA dapat melakukan pendampingan dan akses reform (penataan akses) untuk mencarikan solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat marginal maupun miskin perkotaan tersebut, melalui “approach sistem” dengan pihak-pihak yang berwenang untuk itu.

Kepala Kantor Pertanahan juga melakukan koordinasi dengan Walikota beserta jajarannya (Camat selaku PPATS dan Lurah), untuk satu persepsi atau pemahaman dalam menyikapi masalah yang dihadapi masyarakat marginal dan miskin perkotaan, sehingga mereka dapat memperoleh kemudahan dalam pengurusan sertipikat tanahnya.  

3.3.4.      Aspek Kesadaran Masyarakat 


Adanya sebagian masyarakat perkotaan yang masih rendah pemahamannya mengenai arti pentingnya sertipikat tanah sebagai bukti kepemilikan yang sah atas tanah, yang menjamin kepastian hukum hak atas tanahnya, serta dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman/permodalan (nilai ekonomis).

Selain itu, terdapat juga sebagian masyarakat, yang enggan mendaftarkan tanahnya untuk disertipikatkan, karena mereka memang tidak begitu merasakan manfaat sertipikat tanah dan membandingkan antara manfaatnya dengan usaha untuk memperoleh sertipikat tanah itu, tidak sepadan.

Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai aturan dan persyaratan perolehan/pemilikan tanah-tanah yang telah bersertipikat, dimana hampir selalu ditemukan dalam pelaksanaan LARASITA bahwa masyarakat hanya memiliki bukti perolehan tanah yang telah bersertipikat berdasarkan kwitansi atau segel atau surat dibawah tangan, yang seharusnya dibuatkan dalam bentuk Akta yang dibuat oleh PPAT. Kenyataan ini tentunya sangat memprihatinkan dan rentan menimbulkan permasalahan tanah dikemudian hari.

Dengan keberadaan LARASITA dilapangan, masyarakat dapat secara terus-menerus diberikan pencerahan dan informasi langsung mengenai arti pentingnya sertipikat tanah dan aturan atau syarat-syarat perolehan tanah bersertipikat.

Kepada masyarakat juga disampaikan hal-hal tentang kekuatan hukum dan keuntungan-keuntungan atas tanah yang telah bersertipikat dengan tanah yang belum bersertipikat. Dengan demikian, diharapkan hal itu dapat menumbuhkan tingkat kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya dan membuat bukti perolehan tanah secara benar dalam bentuk akta melalui PPAT.



3.3.5.      Aspek Fisik Masyarakat 


Undang-Undang Pokok Agraria, menjamin adanya keadilan bagi seluruh masyarakat berkaitan dengan pemilikan tanah, sehingga pelayanan pertanahan tidak boleh diskriminatif, termasuk  memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat yang cacat fisik.

Bagi masyarakat yang keadaan fisiknya baik (normal), tentu tidak mempunyai masalah yang berarti untuk memperoleh layanan pertanahan di kantor pertanahan statis. Sebaliknya bagi masyarakat tertentu yang memiliki kekurangan secara fisik, seperti penderita stroketuna-netrapenderita authise dll), hal itu menjadi masalah. Mereka enggan (malu) untuk mendatangi kantor pertanahan statis dalam mengurus hak kepemilikan tanahnya, padahal sejatinya mereka juga berhak memperoleh layanan pertanahan.

Dengan keberadaan LARASITA, dapat menjangkau layanan pertanahan bagi masyarakat yang kurang beruntung tersebut, seperti : penderita stroke, tuna-netra dan penderita authies.



3.4.Aspek Ekonomi
       Adalah menjadi tugas Pemerintah (BPN-RI) untk melakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia dan percepatan pendaftaran bidang-bidang tanah telah dilakukan, baik melalui PRONA, AJUDIKASI dan lain-lain. Namun anggaran pemerintah (APBN) sangatlah terbatas, oleh karena itu dengan keberadaan LARASITA Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung diharapkan dapat berkontribusi nyata dalam percepatan pendaftaran bidang-bidang tanah yang belum terdaftar, yaitu sekitar 85.000 bidang (15 %).

Berdasarkan data dan kenyataan dilapangan bahwa pada umumnya bidang-bidang tanah tersebut berada dipemukiman padat atau dimiliki oleh masyarakat kebanyakan yang secara ekonomi terkendala dalam memperoleh akses pelayanan pertanahan, oleh karena itu LARASITA Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung berupaya menjangkau masyarakat pelanggan yang demikian itu.

3.5.Aspek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 


Sebagaimana diketahui, bahwa kantor-kantor pertanahan kabupaten/kota mempunyai beban tugas atas target pencapaian PNBP, dengan keberadaan LARASITA diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai kontributor dalam meningkatkan PNBP, antara lain untuk jenis layanan pengukuran, pemeriksaan tanah panitia “A” dan pendaftaran.


3.6.Aspek Pemanfaatan


            LARASITA sebagai kantor pertanahan bergerak yang dalam pelaksanaannya senantiasa berhadapan langsung dengan warga masyarakat umum, maka dalam prakteknya, LARASITA Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung, selain melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam Perkaban 18/2009, juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk men-sosialisasi-kan tentang program-program kegiatan pertanahan lainnya, antara lain : Sosialisasi PRONA dan Sertipikasi Tanah UKM (Usaha Kecil dan Mikro).           


Dari uraian tersebut diatas, bahwa pemaknaan “ke-tidakterjangkau-an” yang dimaksud dalam slogan “Larasita, Menjangkau Yang Tidak Terjangkau”, yang diamanatkan Bapak Presiden RI, telah dipahami dan dijadikan sebagai bahan kajian atau pertimbangan yang mendalam, oleh LARASITA-Kantor Pertanahan (Bergerak) Kota Bandung, sehingga hal itu dapat menjamin kelancaran pelaksanaan LARASITA dengan baik.

Dengan pelaksanaan LARASITA-Kantor Pertanahan (Bergerak) secara menyeluruh, tentunya hal itu sangat didambakan, baik oleh Pemerintah (Pusat) maupun oleh masyarakat pengguna layanan (utamanya masyarakat “kebanyakan”), sehingga dapat mengatasi masalah-masalah dari berbagai aspek tersebut diatas, dan menjadikan LARASITA sebagai solusi dari permasalahan itu, sebagaimana makna yang terkandung dalam slogan LARASITA, MENJANGKAU YANG TIDAK TERJANGKAU.

Pada akhirnya, dengan pelaksanaan LARASITA secara menyeluruh di Indonesia, dengan berbagai inovasi yang disesuaikan pada keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing, tentu akan memberikan kontribusi positif bagi penilaian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sehingga mendukung aquntabilitas pelayanan publik dibidang pertanahan melalui LARASITA BPN-RI.

http://kot-bandung.bpn.go.id/Propinsi/Jawa-Barat/Kota-Bandung/Artikel/Optimalisasi-Kinerja-Larasita.aspx